REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) masih berusaha keras menaikkan standar Sekolah Standar Nasional (SSN) agar bisa sejajar dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Kemdiknas melihat hal tersebut perlu dilakukan mengingat terbatasnya jumlah kursi RSBI jika dibandingkan dengan jumlah siswa, serta adanya stigma masyarakat tentang sekolah favorit.
"Untuk menaikkan sekolah lapis kedua butuh waktu, biaya dan perjuangan. Sementara di sisi lain orang sudah merasa susah jika anaknya tidak diterima di sekolah favorit," kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal kepada wartawan, Rabu (6/7).
Fasli mengatakan, saat ini masyarakat berbondong-bondong untuk memasukkan anaknya ke RSBI, padahal jumlah kursinnya terbatas. "Masalahnya daya tampung ini ibarat ayam dan telur," kata Fasli. Ia berharap ke depannya kualitas antara sekolah RSBI dan SSN tidak begitu jauh dan masyarakat bisa menghapus pemikiran negatif jika anaknya tidak diterima di sekolah favoritnya.
Terkait dengan masalah jaminan kuota sebanyak 20 persen bagi siswa miskin di RSBI, Fasli menegaskan Kemdiknas sudah memberikan dana dan instrumen pendidikan ke pemerintah kabupaten dan kota, sebagai wakil Kemdiknas di daerah otonomi. Namun, jika pengaturannya gagal dilaksanakan maka kewenangan akan diserahkan ke pihak pemerintah provinsi.
"Ada perwakilan DPRD yang mengawasi dan bisa kapan saja memanggil dinas pendidikan atau bupati/walikota jika terjadi masalah. Mereka juga kapan saja bisa memberikan rekomendasi kepada kepala daerah untuk memberhentikan kepala dinas yang bersangkutan," jelasnya.