REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Pendidikan dinilai menjadi satu syarat yang paling mendasar bagi kemajuan sebuah negara. Menurut ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma’rif Tangeral Selatan, Abdullah Mas'ud, negara tampaknya masih belum serius menggarap pendidikan warganya.
Ia mengatakan berdasarkan riset terakhir Human Development Index (HDI), kualitas pendidikan Indonesia menempati pada urutan ke-108 dari 173 negara yang disurvei.
"Posisi ini jauh dibanding kualitas pendidikan negara tetangga seperti Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand yang masing-masing berada pada urutan ke-25, 32, 54, dan 70," katanya.
Menurut Mas’ud sekolah unggulan berarti unggul secara kualitas. Akan tetapi, sangat disayangkan, unggul secara kualitas tersebut kemudian meniscayakan keunggulan biaya. "Inilah yang kita tolak," tegas Mas'ud.
Karena sangat mahal, bayangan belajar di sekolah unggulan hanya menjadi mimpi bagi mereka yang kurang modal. Makanya, citra sekolah unggulan sebagai sekolah yang super mahal lebih melekat, daripada sisi kualitasnya.
Banyak anak-anak cerdas yang bercita-cita masuk, bahkan mereka telah lulus tes sekolah unggulan, namun orang tuanya mengurungkan niat itu ketika dibenturkan dengan faktor biaya.
Menurutnya, ada satu hal lagi yang penting dalam menyelenggarakan pendidikan unggul, berkualitas, tapi murah. Yakni komitmen guru dalam mendidik siswanya. Sebab, mutu siswa itu ada di tangan guru.
"Jika gurunya melempem tak berdaya, mustahil mampu mencetak siswa unggul," tegas Mas'ud.
Sekolah unggulan tidak harus mahal. Karena, di samping sangat bertolak belakang dengan konteks bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya miskin, juga akan menciptakan kesenjangan yang curam antara si miskin dan si kaya.