REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Koordinator Asosiasi Profesor Indonesia Profesor Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan otonomi perguruan tinggi tidak akan menghambat mahasiswa miskin untuk kuliah.
"Biaya mahal hanya persepsi saja. Faktanya tidak ada mahasiswa yang berhenti kuliah karena tidak ada uang. Pemerintah punya tanggung jawab untuk menyubsidi mahasiswa miskin tersebut," ujar Satryo usai konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Satryo mengatakan, jika memang hal itu terjadi, hanyalah pekerjaan oknum. Jika ada temuan, hendaknya harus diselesaikan. "Kalau ada masalah seperti itu harus diselesaikan. Jangan UU yang dicabut," tambah dia.
Sebelumnya, sebanyak enam mahasiswa yang tergabung dalam BEM Universitas Andalas mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai keberadaan UU tersebut membebani mahasiswa yang kurang mampu untuk merasakan bangku pendidikan perkuliahan.
Adapun pasal yang digugat, yakni Pasal 64 dan 65 mengenai otonomi, kemudian Pasal 73 dan 74 tentang penerimaan, Pasal 85 dan 86 tentang penerimaan, dan Pasal 90 mengenai pengaturan oleh lembaga asing.
"Banyak perguruan tinggi yang ingin diberlakukannya otonomi. Ketika saya masih menjabat sebagai dirjen saja sudah ada 10 perguruan tinggi yang mengajukan," katanya.
Tujuan otonomi perguruan tinggi tersebut tak lain untuk menciptakan kebebasan akademik sehingga ilmuwan mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan mencapai prestasi akademik yang seluas demi menghasilkan generasi cerdas pemimpin bangsa.
"Otonomi perguruan tinggi hanya dimungkinkan apabila bentuknya badan hukum, sama seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa kita," jelas dia.
Di Indonesia terdapat tujuh perguruan tinggi negeri yang mempunyai otonomi penuh, yakni Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Airlangga.
Terdapat tiga kriteria pengelolaan perguruan inggi yang kegiatan akademik yang sepenuhnya didukung negara, otonomi setengah (akademik, personalia dan keuangan masih disokong negara) dan otonomi penuh.