REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir gencar mendorong perguruan tinggi menghasilkan produk berstandarisasi.
"Nanti produk hasil penelitian harus distandardisasi agar memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Ini perlu dilakukan agar produk nasional bisa bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," kata Nasir, Ahad, (12/4).
Namun, produk yang sudah distandardisasi harus benar-benar sesuai standar yang diterapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jika sudah memakai SNI, namun saat diperiksa ternyata tidak memenuhi standar maka produsennya bisa diberi sanksi supaya tak merugikan masyarakat.
"Sanksinya berupa denda Rp 1 miliar sampai dikenai pidana. Makanya jangan coba-coba memakai standar abal-abal," jelasnya.
Contoh kasusnya, terang Nasir, misalnya ada kabel listrik yang dijual dengan mencantumkan SNI. Namun ternyata saat dipakai cepat rusak dan tidak sesuai SNI, bahkan menimbulkan kebakaran maka produsennya akan dikenail sanksi.
Ke depan, ujar Nasir, diharapkan penggunaan SNI ini bisa diwajibkan. Untuk saat ini penggunaan SNI ini masih sukarela.
Di tempat yang sama, Kepala BSN Bambang Prasetya mengatakan, kalau sebuah produk mencantumkan SNI tetapi saat diperiksa tak sesuai dengan SNI maka produsennya akan ditindak.
Terkadang, kata Bambang, ada produsen nakal yang menggunakan stiker SNI abal-abal. BSN, lanjutnya, juga akan sidak ke toko-toko untuk mengambil sampel.
"Kalau ternyata tak sesuai SNI padahal mencantumkan SNI, maka produsen akan ditegur," ujarnya.