REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1981 membentuk konsep wisata Geoculture Trek di Kampung Seni Cilanguk, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung.
Ketua Ikatan Alumni ITB angkatan 1981 Arlan Septia menuturkan, konsep tersebut yakni kegiatan trekking atau berjalan kaki yang diiringi aktifitas sembari menikmati keindahan alam, budaya, dan seni di suatu daerah tertentu.
"Daerah ini punya perpaduan antara komponen alam, seni, dan budaya," tutur dia usai peresmian Perayaan Bumi dan Budaya di Cilanguk, Desa Pagerwangi, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (6/8).
Lanjut Arlan, Geoculture Trek memberikan ruang pembelajaran bagi semua orang untuk memahami alam, seni dan budaya secara langsung. Peserta tidak hanya datang tapi juga mendapat wawasan dan merasakan apa yang ada di objek tersebut, seperti sejarah geologi, seni, kearifan lokal, dan interaksi dengan penduduk lokal.
Arlan mengatakan, objek yang "dijual" dalam konsep wisata tersebut adalah fenomena alam berupa Sesar Lembang. Tak hanya itu, beberapa instrumen seni lain pun dihadirkan di kampung itu.
Di antaranya, studio beberapa seniman seperti Ali Rubin, Asmujo Jono Irianto, dan Dikdik Sayahdikumullah. Selain itu, juga ada beragam jenis etnik budaya yakni berupa Bela Diri Gajah Putih dan Gagajahan serta lainnya.
Semua itu berada di dalam satu jalur trekking Kampung Cilanguk. Jalur tersebut menjadi objek wisata yang menarik dan mempesona sebagai media pembelajaran geotourism bagi masyarakat.
"Harapannya, bisa menghargai bentuk fenomena alam melalui cerita peristiwa geologi dan mengingatkan bentuk fenomena budaya melalui karya seni," ujar dia.
Arlan menambahkan, wisata Geoculture Trek ini juga akan disertai dengan penyampaian sejarah asal-usul terbentuknya Sasar Lembang. Menurut dia, adanya cerita sejarah di balik fenomena alam Sasar Lembang ini tentu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
"Kalau ada cerita, orang akan lebih tertarik. Ini yang dilakukan negara-negara lain untuk menarik wisatawan," kata dia.
Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya yang turut hadir dalam agenda tersebut menuturkan konsep geoculture trek yang dibentuk alumni ITB angkatan 1981 ini masih belum memiliki nilai keekonomian. Menurut dia, sektor pariwisata itu harus memperhatikan dua poin utama, yakni cultural values dan commercial values.
"Jadi rekan-rekan para seniman di sini jangan ragu-ragu untuk mengatakan commercial values-nya," tutur dia.
Kata Arief, di negara-negara maju, nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalamnya dieksplorasi dan dikuantifikasi, lalu di-capitalize hingga memiliki commercial values. "Cultural values kalau dieksplorasi, di-capitalize, kemudian mempunyai commercial values-nya, disebutlah cultural industry," tutur dia.
Arief mencontohkan negara yang cultural industry-nya sudah tumbuh adalah Korea Selatan. Cultural industry di negeri ginseng itu sudah tinggi dibandingkan dengan manufacturing-nya. "Nah kita sekarang lagi mengejar manufacuturing padahal potensi besarnya itu ada di cultural industry," ucap dia.
Untuk manufacuturing sendiri, Indonesia masih jauh di bawah Cina. Barang-barang di berbagai negara, itu kebanyakan diolah di Cina. Karena itu, menurut dia, kemungkinan kecil Indonesia dapat memenangkan persaingan di manufacturing. Sama halnya dengan sektor agricultural yang masih kalah bersaing dengan negara lain.