REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan pembelajaran dalam jaringan (daring) atau pendidikan jarak jauh (PJJ) dapat memangkas biaya kuliah. Dia memperkirakan PJJ dapat menghemat biaya kuliah hingga 50 persen (separuh).
"Dengan kuliah PJJ ini, biaya kuliah bisa ditekan hingga 50 persen,” ujar Menteri Nasir dalam konferensi pers peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/5).
Dia menyontohkan kalau biaya kuliah Rp 5 juta, maka dengan PJJ dapat dihemat menjadi Rp 2,5 juta. Dia mengatakan penghematan karena kuliah jarak jauh tidak membutuhkan tempat dan tidak harus tatap muka.
Dia juga mengatakan pembelajaran daring mampu meningkatkan akses masyarakat dalam menempuh jenjang pendidikan tinggi berkualitas secara signifikan. Saat ini, angka partisipasi kasar atau APK pendidikan tinggi baru 31,5 persen.
Menurut Nasir, jika pembelajaran hanya diterapkan secara konvensional, peningkatan APK hanya berkisar pada angka 0,5 persen per tahun. Namun dengan terobosan PJJ ini, dia berharap, APK pendidikan tinggi mampu melesat mencapai 40 persen pada 2022-2023.
“Asalkan PJJ dapat diakses oleh lebih banyak orang dan secara efektif diterapkan," kata Mantan Rektor Terpilih Universitas Diponegoro tersebut.
PJJ, lanjut dia, merupakan kebijakan untuk menjawab kebutuhan di era Revolusi Industri 4.0. Salah satu penerapan dari penerapan PJJ tersebut dalah pembangunan universitas siber yang dipersiapkan untuk pembelajaran daring.
Ke depan melalui PJJ tersebut, proses pembelajaran tak lagi berpatokan pada rasio dosen, melainkan lebih fleksibel. Bahkan, dia mengatakan, bukan tidak mungkin satu profesor mengajar 1.000 mahasiswa.
“Rasio dosen dan mahasiswa yang saat ini masih berlaku yakni untuk sains dan teknologi (saintek) 1:25 dan sosial 1:40. Ke depan, kami ingin satu profesor mengajar 1.000 mahasiswa melalui pembelajaran daring,” kata dia.
Dia menambahkan Kemenristekdikti akan menggarap pembelajaran daring tersebut melalui Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA) dan untuk jaringan internetnya melalui layanan dan layanan Indonesian Research and Education Network (IdREN).
Pembelajaran daring, tambah dia, sesuatu yang tak bisa dihindari lagi pada era Revolusi Industri 4.0. Selain itu, kata Nasir, syarat dosen untuk tiap program studi tidak lagi satu program studi enam dosen.
Dia mengatakan, jumlah tersebut bisa diubah, misalnya enam dosen untuk tingkat fakultas dan sebagainya. "Perlahan, kami akan memperbaiki homebase dosen, nanti tidak lagi di program studi melainkan di fakultas atau tingkat yang lebih tinggi," cetus Nasir.
Baca Juga: Menristekdikti Ingin Memasifkan Perkuliahan Daring