REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyatakan rencana pemangkasan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk program sarjana dan diploma bukan hanya untuk mempersingkat waktu kuliah semata. Tujuan lainnya, yakni agar waktu dan materi kuliah lebih efisien.
"Intinya bukan sekadar hanya mempersingkat waktu kuliah, tetapi bagaimana materinya kita padatkan," kata Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Prof Ainun Naim, Ahad (6/1).
Pemadatan konten atau materi ajar ini dimungkinkan mengacu pada beberapa kampus di negara-negara maju. Karena itu, hingga saat ini tim Kemenristekdikti masih terus menggodok hal tersebut
"Tim masih mengkaji. Kalau misal ada yang pangkas, kami juga belum tentukan mata kuliah apa yang akan dipangkas," jelas dia.
Dia mengumpamakan, di Australia total SKS untuk program sarjana hanya sekitar 70 SKS. Namun, konten dari 70 SKS itu hampir sama dengan konten program sarjana dengan jumlah SKS mencapai 144 SKS.
Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mewacanakan untuk memangkas jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) pada jenjang sarjana (S1) dan diploma. Namun, berapa jumlah SKS yang akan dipangkas masih dikaji oleh pihak Kemenristekdikti.
Menristekdikti Mohammad Nasir mengatakan, saat ini bobot SKS untuk S1 mencapai 144 SKS dan diploma mencapai 120 SKS. Jumlah SKS tersebut terlalu berat, menghambat kreativitas mahasiswa, dan juga membebani pembiayaan.
"Saya kira untuk S1 jadi maksimal 120 SKS, dan D3 90 SKS itu sudah cukup," kata Nasir.