REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dua profesor Universitas Brawijaya (UB) yang baru dikukuhkan telah menyatakan kesiapannya dalam mengembangkan pertanian Indonesia. Mereka antara lain Yayuk Yuliati di bidang Ilmu Sosiologi Pertanian dan Bambang Tri Rahardjo pada bidang Ilmu Hama Tanaman.
Yayuk dalam pidato Ilmiahnya lebih menekankan pada peningkatan kapasitas perempuan tani dalam menguatkan feminisasi pertanian. "Dan dalam perkembangan teknologi saat ini pekerjaan di pertanian mengalami penurunan," ujar Yayuk dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis (21/11).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, terdapat 42,8 juta jiwa rakyat Indonesia yang menggeluti bidang pertanian. Kemudian mengalami penurunan menjadi 39,7 juta jiwa di 2017. Hal ini menunjukkan persentase petani terus mengalami penurunan sebesar 1,1 persen per tahun.
Secara spesifik, jumlah petani perempuan pada 2016 sebesar 52,71 persen. Angka ini meningkat menjadi 55,04 persen pada Februari 2017. Sebaliknya, jumlah petani laki-laki yang justru menurun dari 83,46 persen menjadi 83,05 persen.
"Kondisi ini menunjukkan keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian semakin meningkat dibandingkan laki-laki," tegas Yayuk.
Menurut Yayuk, fenomena meningkatnya jumlah tenaga kerja perempuan di sektor pertanian disebut dengan feminisasi pertanian. Feminisasi pertanian mengacu pada peningkatan partisipasi perempuan dalam pertanian. Tidak hanya sebagai produsen independen tapi juga sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar atau upahan pertanian.
Yayuk menilai, fenomena feminisasi pertanian ini sebenarnya tidak masalah. Hal ini apabila perempuan yang melanjutkan kegiatan pertanian sudah siap. Artinya, perempuan sudah mempunyai pengetahuan dan keterampilan formal yang cukup seperti laki-laki. Lalu bisa ikut memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi pertanian.
Sementara, Profesor Bambang dalam kajian ilmiahnya lebih menekankan pada pengertian hama. Dia juga membahas kerugian penggunaan insektisida atau pestisida dalam pertumbuhan tanaman. "Saya ingin membawa nama manipulasi habitat/lingkungan di mana ada ruang bagi hama tanaman sebagai bagian dari keseimbangan lingkungan karena kalau ada namanya pasti ada musuh alamnya,” ujar Bambang.
Pada pidato ilmiahnya, ia memaparkan sudah sangat perlu diterapkan keseimbangan pada alam di mana ada hama dan musuh alam. Dia mencontohkan pemanfaatan daun tebu pada petani selama ini. Tanaman ini acap dibakar padahal apabila ditanam akan meningkat bangkitnya mikrofauna dalam tanah yang jadi musuh alam.