REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kehidupan serba terbatas memang tidak harus membatasi pula seseorang meraih prestasi. Itu dibuktikan Sumarno dan Zefki Okta Feri yang sukses meraih prestasi gemilang walau hidup dalam keterbatasan.
Sumarno, merupakan anak dari Sulistina, single fighter yang bekerja sebagai petani di Lamongan, Jawa Timur. Sedangkan, Zefki, anak dari Hendri Nofdi dan Eli Yurda, petani di Tanah Datar, Sumatra Barat.
Bersyukur di tengah-tengah cobaan, keduanya bertekad merubah nasib keluarga. Selama dua tahun, belajar dengan tekun mereka lakoni di jenjang S2 UNY sebelum akhirnya benar-benar dinyatakan lulus.
Bahkan, tidak sekadar lulus, keduanya mampu menuntaskan studi dengan gelar Summa Cumlaude. Mereka mendapatkan IPK sempurna 4.0.
Lulusan S1 Pendidikan Kepelatihan Olah Raga di Universitas Negeri Surabaya itu memang berbakat olah raga. Sayang, walau banyak makan asam garam sebagai atlet daerah, Sumarno sempat gagal seleksi LPDP.
Namun, dorongan Sang Ibu membuatnya tidak patah semangat. Dua kakak Sumarno yang membangu ibunya bertani dan memiliki usaha bengkel tidak berhenti pula memberi dorongan kepada Sang Adik untuk terus belajar.
"Walau hanya bertani cabai dan jagung, mereka membiayai kuliah saya, mereka optimistis dengan yang saya lakukan, justru saya yang tidak bisa percaya betapa baik dan mendukungnya keluarga," kata Sumarno.
Hidup hemat, Sumarno justru mendapat tawaran PSSI Sleman untuk jadi wasit sepak bola. Jika musim pertandingan, ia bisa menjadi jenderal lapangan tiga kali sepekan, tentu dengan konsekuensi kelelahan.
Apalagi, Sumarno memiliki jadwal kuliah penuh yang tentu makin berat jika ditambah aktivitasnya menjadi wasit. Tapi, ia bersykur karena honor yang didapat bisa digunakan sebagai biaya hidup di Yogyakarta.
"Saya ingat, orang tua dan kakak saya di rumah lebih lelah dan pengorbanan saya tidak ada apa-apanya," ujar Sumarno.
Dengan jaringan yang lambat laut terbangun, Sumarno mengangkat tesis tentang evaluasi manajemen PSIM Mataram. Ia usulkan solusi konkrit agar PSIM promosi ke Liga 1, kasta tertinggi sepak bola di Indonesia.
Tesisnya diapresiasi dunia akademik dan praktisi-praktisi sepak bola. Tesis ini pula yang mengantarkan Sumarno menyabet IPK 4.0, dan sudah mendapat tawaran jadi dosen di beberapa perguruan tinggi.
"Ibu dan kakak saya menginspirasi saya tekun dalam segala aktivitas, dengan tekun dan mengabdikan ilmu saya menunaikan apa yang telah diharapkan oleh keluarga saya," kata Sumarno.
Lain cerita, Zefki sejak sekolah mahir berbahasa Inggris, dan memilih S1 Pendidikan Bahasa Inggris di STAIN Batusangkar. Ia meyakini jika menguasai Bahasa Inggris peluang ke luar negeri akan semakin terbuka.
Sayang, walau sudah mahir, impinan Zefki ke luar negeri belum direstu Allah SWT. Gagal mendaftar beasiswa kuliah atau pertukaran pelajar ke Australia, ia mengawali karir sebagai instruktur TOEFL di Bekasi.
"Saya melatih orang untuk menengok negeri lain, tidak apa-apa, belum rezeki saya menengok negeri lain," ujar Zefki.
Zefki menulis tesis tentang fungsi sistemik kebahasaan, menganalisis hasil IELTS puluhan dosen dan civitas UNY bolak-balik Yogyakarta dan Solo. Tesis itu yang mengantarkannya lulus dengan raihan IPK 4.0.
Bahkan, sejak September lalu,Zefki telah diberi amanah mengajar di STTA Adi Sutjipto. Namun, ia mengaku rasa hausnya menengok negeri lain akan terus dikejar, salah satunya dengan menjadi guru besar.
"Cita-cita panjang saya jadi guru besar, kalau ada kesempatan lanjut S3 lagi, negara yang menyediakan S3 systemic functional linguistik ada di Australia, semoga bisa menengok ke sana," kata Zefki.