REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia mengatakan, wacana kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy tentang full day school berlatar iktikad baik demi penguatan karakter siswa. Untuk itu, gagasan tersebut patut menjadi telaah semua pihak.
"Kita tentu bersepakat bahwa manner do matters. Alhasil, pembangunan karakter anak-anak Indonesia sudah seharusnya dilakukan sebagai agenda tanpa henti perbaikan kehidupan bangsa," kata Ketua Bidang Sumber Daya LPA Indonesia Henny Rusmiati dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (9/8).
Menurut dia, sepintas full day school terkesan menihilkan peran keluarga dan orang tua sebagai elemen mutlak keberhasilan pendidikan siswa. Itulah alasan utama penolakan terhadap gagasan Mendikbud. LPA Indonesia bisa memahami rasa waswas yang muncul karenanya.
Namun, kata Henny, pada kenyataannya, juga tak terbantahkan bahwa sebagai konsekuensi kesibukan orang tua, banyak anak yang masih diikutkan ke sekian banyak kursus sepulang jam sekolah. Inisiatif orang tua untuk mengursuskan anak, terlepas dari positif negatifnya, besar kemungkinan hanya bisa dilakukan oleh keluarga yang memiliki kekuatan finansial.
Sebaliknya, bagi keluarga dengan kemampuan keuangan yang sederhana, memberikan anak les atau kursus ini-itu masih merupakan barang mahal. "Terhadap kesenjangan itulah, gagasan Mendikbud berpeluang menjadi solusi, bahwa semua anak dari semua lapisan keluarga nantinya berkesempatan setara untuk mengasah diri dengan serba aneka keterampilan baru melalui full day school," ujarnya.