Senin 06 May 2019 10:13 WIB

Matematika Detik Bagi Instruktur Nasional Makfibi

Matematika Detik jadi solusi dua masalah besar pembelajaran matematika.

Penemu Matematika Detik, Ahmad Thoha Faz, bersama dengan para peserta Refresh Instruktur Nasional Guru Mafikibi Madrasah Aliyah.
Foto: Dok Ahmad Thoha Faz,
Penemu Matematika Detik, Ahmad Thoha Faz, bersama dengan para peserta Refresh Instruktur Nasional Guru Mafikibi Madrasah Aliyah.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Lebih dari 50 tahun, dunia pendidikan sangat  dipengaruhi oleh taksonomi Bloom, yang dirintis oleh psikolog Benjamin S Bloom pada 1956 dan diperbaiki oleh muridnya, Lorin Anderson, pada 2001. Istilah LOT (Low Order Thinking) dan HOT (High Order Thinking), sebagai contoh, juga terkait erat dengan gagasan Bloom. 

Perhatian pada HOT tampaknya membuat dunia pendidikan luput memperhatikan teori psikologi yang lebih dasar. Seharusnya sebelum mendalami detail taksonomi Bloom, seorang praktisi pendidikan memahami perbedaan berpikir cepat dan lambat. Dalam hal ini, karya psikolog Daniel Kahneman, yaitu Thinking, Fast and Slow, layak dipahami.

Karya Kahneman diterapkan secara serius dalam ilmu ekonomi, selain pada ilmu-ilmu sosial lainnya. Hasilnya, ilmu ekonomi berubah dan muncul ilmu ekonomi perilaku. Kahneman pun diganjar Nobel di bidang ekonomi pada 2002.

Pertanyaannya, apakah temuan Kahneman itu dapat diterapkan di dunia pendidikan? Bagaimana caranya? “Matematika Detik adalah sebuah ikhtiar untuk itu, dengan berfokus pada berpikir cepat yang selama ini terabaikan,” kata  Ahmad Thoha Faz, penemu Matematika Detik, pada Refresh Instruktur Nasional Guru Mafikibi Madrasah Aliyah, di Hotel Zia Agria, Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.

Menurut Thoha, dikotomi berpikir cepat dan lambat telah diperkenalkan berabad-abad sebelumnya sudah dunia Islam. Antara lain, dengan istilah dhoruri-nazhori, oleh Syaikh 'Abdurrahman al-Akhdhariy dalam Sullamul Munauraq, maupun dhoruri- muktasab oleh Imam al-Haramain dalam al-Waraqat.

Seperti biasa, pelatihan Matematika Detik mengangkat banyak kasus nyata berdasarkan pengalaman si penggagas ketika mengajar matematika dan ilmu alam, dari kelas 5 SD sampai menjelang kuliah, di Sekolah Ilmu Eksakta (SIE) Tegal.

"Ada dua masalah besar pembelajaran matematika. Pertama, matematika itu susah. Kedua, matematika berseberangan dengan kreativitas. Matematika Detik diciptakan sebagai solusi dari dua masalah pendidikan yang sudah berurat akar akar itu,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (5/5).

Berbeda dengan pelatihan sebelumnya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (6/4/2019), kali ini lulusan Teknik Industri ITB Itu banyak mengungkap Titik Ba sebagai sumber inspirasi perumusan Matematika Detik. "Titik Ba adalah khazanah intelektual Islam yang sudah berusia lebih dari 1.000 tahun. Mengenaskan, selama ini Titik Ba diabaikan, mungkin karena kita terlampau terpesona pada keilmuan dan Peradaban Barat,” tuturnya.

Peserta Refresh adalah 20 instruktur nasional matematika, fisika, kimia, biologi dan ekonomi. Mereka adalah guru Madrasah Aliyah (MA) yang disaring dan terus disaring dari seluruh Indonesia, sehingga mengerucut hanya empat orang untuk setiap bidang studi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement