REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Singapura menempati peringkat teratas negara dengan Indeks Modal Manusia (Human Capital Index) tertinggi dari 157 negara di dunia. Ini berdasarkan laporan terbaru yang diluncurkan Grup Bank Dunia (World Bank) di sela kegiatan pertemuan tahunan di Bali, Kamis (11/10).
Indeks Modal Manusia adalah bagian dari Proyek Modal Manusia yang baru pertama kalinya diluncurkan Bank Dunia. Lembaga ekonomi tertinggi dunia ini menyadari modal manusia pendorong utama pertumbuhan inklusif.
Indeks ini disusun berdasarkan lima indikator utama, yaitu peluang anak bertahan hidup hingga usia lima tahun, lama pendidikan sekolah, skor tes berkualitas pembelajaran, angka harapan hidup orang dewasa, dan proporsi anak-anak yang mengalami stunting.
Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong hadir sebagai tamu istimewa saat peluncuran indeks ini. Berikut wawancara awak media bersama beliau dalam 'Human Capital Summit' di Mangupura Hall, Hotel Westin, Nusa Dua, Kamis (11/10).
Tanya (T): Singapura adalah negara terdepan di dunia bisnis dan kualitas sumber daya manusia. Sebagai pemimpin negara, bagaimana Anda bisa mencapai hal ini?
Jawab (J): Singapura memulai ini dengan kondisi buruk. Kami pernah memiliki sistem pendidikan buruk, perumahan buruk, epidemi kolera, TBC, angka kelahiran tinggi dalam periode baby boom. Rumah bersalin tempat saya dilahirkan di Singapura dulu menjadi rumah bersalin paling aktif di dunia.
Pemerintah Singapura tak ingin tenggelam dengan itu. Akhirnya kami menginisiasi program keluarga berencana (KB), perumahan yang baik, mengendalikan angka kelahiran, memaksimalkan layanan kesehatan publik, seperti memperbanyak pipa air bersih, menambah jumlah klinik kesehatan ibu dan anak agar anak-anak bisa divaksinasi. Kami butuh waktu lama melakukan itu.
Langkah awal yang tepat kami lakukan adalah memberi subsidi pada sektor pendidikan dan kesehatan, namun tidak sepenuhnya menggratiskan. Pemerintah tetap mengenakan biaya untuk penebusan obat. Jika pasien digratiskan, mereka suka malas minum obat karena obatnya dibayar. Jika mereka ikut membayar, mereka akan memperlakukannya secara serius.
Kami pertahankan prinsip ini dalam waktu lama. Tahun demi tahun kami menyusul membuat skema tabungan kesehatan wajib. Sebanyak 6-8 persen penghasilan warga negara wajib masuk rekening tabungan medis pribadi. Ketika mereka sakit, uang itu yang membantu membiayai kesehatan mereka, seperti terapi dan kemo.
T: Singapura peringkat pertama. Apakah Anda merasa tugas Anda sudah selesai untuk menyiapkan generasi masa depan?
J: Pekerjaan ini tak akan pernah selesai. Selalu ada tantangan baru yang muncul. Sebagai contoh, sistem pendidikan di Singapura sekarang sudah dinilai salah satu terbaik di dunia. Namun, sesungguhnya kami masih perlu memberi perhatian lebih pada pendidikan anak usia dini (PAUD).
Di Singapura, anak-anak masuk sekolah dasar pada tingkatan dan usia berbeda. Ada dari mereka yang sudah bisa membaca, sebagian sudah bisa berhitung, namun sebagian masih ada yang buta huruf. Terlepas dari anak-anak itu berasal dari keluarga kaya atau miskin, ini menjadi fokus kami sekarang.
Di bidang kesehatan, kami fokus perawatan rumah sakit itu penting, namun perawatan itu sendiri tak harus dilakukan di rumah sakit dengan peralatan canggih. Istilahnya step down care.
Yang namanya orang tua pasti penyakitnya banyak, namun mereka tak harus menjalani perawatan dengan peralatan medis berteknologi tinggi. Mereka hanya perlu diberi inisiatif kesehatan supaya tetap fit dan tetap aktif. Meski tua mereka tetap bisa menari balet dan sebagainya. Dengan cara-cara seperti itu sesungguhnya mereka bisa jauh lebih sehat dan lebih senang.