Jumat 12 Oct 2018 23:25 WIB

Kementan: Teknologi Ubah Rawa Jadi Lahan Pertanian

Luas potensial lahan rawa untuk pertanian mencapai 9,53 juta hektare

Red: EH Ismail
Ilutrasi lahan rawa menjadi lahan pertanian
Ilutrasi lahan rawa menjadi lahan pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen mengembangkan lahan rawa sebagai areal tanam baru. Sat ini, luas potensial lahan rawa untuk pertanian mencapai 9,53 juta hektare.

Pengembangan lahan rawa menjadi tema sentral pada peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke 38 di Kalimantan Selatan (Kalsel) pada 18-21 Oktober 2018. Terdapat 4 ribu hektare lahan rawa yang dikembangkan di Kalsel, 750 ribu diantaranya sudah diolah lahan dan ditanami, bahkan direncanakan siap dipanen langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Kepala Balai Penelitian Lahan Rawa (Balittra) Hendri Sosiawan menyatakan, saat ini lahan sawah irigasi hanya seluas 8,1 juta hektare, masih perlu pengembangan areal tanam baru seperti lahan kering 144.5 juta ha, rawa lebak 25.2 juta hektare, dan lahan pasang surut 8.9 juta hektare. Meski masih luas, tidak semua lahan itu cocok untuk dilembangkan untuk pertanian.

"Lahan rawa di Indonesia punya karakteristik ekosistem secara alami bersifat rapuh (fragile). Hal ini disebabkan berbagai cekaman abiotik seperti keracunan zat besi, kadar asam yang rendah, rendaman, salin serta rentan terhadap serangan penyakit blast. Tantangan penanganan lahan rawa yang belum tersentuh teknologi memang bukan pekerjaan mudah, tetapi butuh kesabaran dan kecermatan dalam pengelolaanya," kata Hendri, Jumat (12/10).

Hendri menjelaskan, untuk mengoptimalkan lahan rawa perlu teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu serta penggunaan varietas padi yang adaptif di lingkungan rawa. Hingga 2017, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), mendukung pengembangan pertanian di lahan rawa dengan mempersiapkan aneka inovasi termasuk dengan menghasilkan sejumlah  varietas unggul padi yang adaptif di lahan pasang surut  dan rawa lebak. Sebanyak 35 varietas padi unggul adaptif lahan pasang surut dan lebak dengan berbagai sifat keunggulan.

Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Priatna Sasmita mengatakan, varietas-varietas tersebut dirakit untuk mengatasi permasalahan utama di lahan rawa. "Pada Gelar Inovasi Teknologi (Geltek) yang menjadi rangkaian HPS, Balitbangtan ingin menunjukkan kepada petani dan masyarakat luas bahwa varietas unggul padi rawa punya potensi untuk dikembangkan dan bahkan bisa ditiru di ekosistem lahan rawa di Provinsi lain," tuturnya.

Sementara itu, Peneliti BPTP Balitbangtan Kalsel Rina Dirgahayu menjelaskan, saat ini demonstration farming (demfarm) padi rawa seluas 60 hektare di Geltek HPS menampilkan empat varietas inbrida padi rawa (Inpara) yaitu Inpara dua, Inpara tiga, Inpara delapan dan Inpara sembilan, sedangkan untuk padi sawah irigasi/tadah hujan yang juga ditanam varietas Inpari 32, Inpari 40 dan Inpari 42 Agritan.

“Kondisi tanaman antar varietas saat ini bervariasi, ada yang sedang berbunga hingga fase pengisian biji. Performa tanaman sangat bagus sehingga menjadi daya tarik petani setempat,” jelas Rina.

Sementara itu, pemulia di BB Padi Indrastuti A. Rumanti mengatakan, sejauh ini BB Padi bersama dengan peneliti BPTP Balitbangtan Kalsel menyiasati kondisi lahan yang kompleks ini dengan sejumlah modifikasi, yakni dengan penggunaan mikroba (Agrimeth) untuk meningkatkan vigor benih, ameliorant (kapur pertanian) untuk meningkatkan pH tanah, biotara (bahan organik khusus untuk rawa), dan penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 untuk meningkatkan populasi.

Kemudian biosilika digunakan untuk meningkatkan ketahanan varietas terhadap serangan hama/penyakit, penanaman refugia untuk meningkatkan musuh alami, trap barrier system (TBS), pengomposan dan umpan racun untuk pengendalian tikus, penggunaan insektisida dan fungisida selektif untuk pengendalian hama/penyakit, penerapan tata air mikro menggunakan sistem aliran satu arah untuk mencuci racun mineral, dan pemupukan menggunakan PUTR modified berupa penambahan kalium yang sangat diperlukan di lahan rawa.

“Beberapa kendala yang terakhir tejadi antara lain kekeringan dan pH rendah yang berpengaruh pada keluarnya malai. Namun semua itu bisa diatasi dengan meningkatkan kandungan pH air yang dimasukkan ke petak pertanaman," tambah Indras.

Pengelolaan pertanaman yang optimal dan pemberian treatment-treatment modifikasi telah berhasil mengatasi cekaman-cekaman yang terjadi. Saat ini Inpara dua, Inpari 32, Inpari 40 dan Inpari 42 sudah berumur 90-95 hari HSS (Hari Setelah Semai) dan mulai memasuki fase pengisian, sedangkan Inpara tiga, Inpara delapan dan Inpara sembilan Agritan masih memasuki fase pembungaan. Pemeliharaan pertanaman saat ini terus dilakukan untuk memastikan bahwa denfarm ini aman dari berbagai cekaman yang kompleks dan bisa panen dengan hasil yang memuaskan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement