REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah titik BBM satu harga belum dapat diresmikan karena masih terkendala izin operasional. Berdasarkan data dari BPH Migas menunjukkan delapan titik masih terkendala perizinan, namun mayoritas sudah siap diresmikan hanya menunggu waktu.
Delapan wilayah tersebut adalah Kecamatan Pototano (Sumbawa Barat), Ende Selatan (NTT), Satamese (NTT), Amanuban Selatan (NTT), Lumbis (Kalimantan Utara), Krayan Selatan (Kalimantan Utara), Daha Barat (Kalimantan Selatan) dan Labuan Badas (NTB). Kendalanya, menurut catatan BPH Migas, bukan hanya dari izin operasional namun juga karena kesiapan syarat perlengkapan, misalnya dispenser yang bermasalah serta tidak memenuhi standar.
Namun, apabila kendala tersebut terselesaikan maka dapat dioperasikan. Masalah lain salah satunya ada di titik dekat bencana, yaitu di Palu, sehingga akses lokasi masih terkendala terdampak gempa.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo untuk mendukung program BBM satu harga. "Saya mohon bantuan kepada Pak Mendagri untuk mendukung program BBM satu harga, agar keterjangkauan masyarakat Indonesia bisa merata untuk membeli BBM," kata Jonan.
Bentuk dukungan Jonan yang dimaksud adalah untuk menginstruksikan kepada kepala daerah agar mempermudah perizinan pendirian titik penyalur BBM satu harga.
Jonan menilai beberapa hal yang menghambat laju program BBM satu harga salah satunya antara lain adanya hambatan perizinan dalam membangun terminal penyalur BBM. Data terkini program BBM satu harga di 2018 Kementerian ESDM telah membangun 73 titik, 67 titik diantaranya dioperasikan oleh Pertamina dan enam titik oleh swasta.
Sejak 2017 program ini dimulai, hingga kuartal III 2018 total sudah terbangun 98 titik BBM satu harga. Target pada 2019 adalah mencapai 30 titik tambahan di seluruh Indonesia. Sehingga total titik BBM satu harga pada tahun 2017 sampai 2019 adalah 160 titik.
Baca juga, BBM Satu Harga Hadir di Maybrat