REPUBLIKA.CO.ID, Tradisi penetapan tuan rumah Piala Dunia sejak 1958 di Swedia masih berlanjut. Benua Eropa dan Amerika bergiliran menjadi tuan rumah. Lihat saja, pada 1962 diadakan di Cile, 1966 di Inggris, 1970 di Meksiko, dan 1974 di Jerman Barat. Maka, berikutnya giliran Argentina yang terpilih menggelar Piala Dunia 1978.
Belanda masih menjadi favorit pada 1978. Warna total football tetap mereka bawa ke Argentina. Ini lantaran mereka masih diperkuat tak kurang dari delapan pemain yang berlaga di Piala Dunia sebelumnya. Ada Jan Jongbloed, Wim Suurbier, Ruud Kroll, Johny Repp, Johan Neeskens, Rob Resenbrink, Willy van der Kerkhof, dan Arie Haan. Mereka juga masih ditukangi oleh si 'Sphinx' Rinus Michels.
Tim-tim lain tak ada yang terlihat amat menonjol. Juara bertahan Jerbar sudah merosot drastis. Italia belum terlalu matang. Walau diunggulkan, Brasil juga tak seistimewa tim nasionalnya pada Piala Dunia 1970. Sedangkan tuan rumah Argentina hanya dianggap sebagai tim tangguh namun dinilai masih di bawah Brasil.
Di perempat final, Brasil sempat mengungguli Polandia 3-1, Peru 3-0, dan ditahan Argentina 0-0. Sementara itu Argentina hanya menang 2-0 atas Polandia. Untuk menjadi juara grup dan maju ke final, Argentina harus menang atas Peru minimal 4-0.
Banyak yang ragu akan keberhasilan Argentina karena Peru saat itu merupakan tim tangguh. Ada pemain dengan keterampilan tinggi, Teofilio Cubillas. Selain itu, bercokol pula pemain berkelas semacam Hector Cumpitas, Juan Oblitas, La Rosa, Duarte, dan Cueto. Belanda pun di babak penyisihan sempat ditahan Peru 0-0.
Ramalan banyak pihak itu ternyata meleset. Argentina berpesta ke gawang Peru yang dijaga Ramon Quiroga dengan skor 6-0. Banyak yang curiga, kok Quiroga begitu mudah kebobolan padahal sebelumnya dikenal amat tangguh dan sulit ditembus.
Belakangan baru terkuak, bahwa Quiroga secara moral lebih suka Argentina yang lolos ke final ketimbang Brasil. Penyebabnya adalah ikatan emosional. Quiroga ternyata kelahiran Argentina yang hijrah ke Peru. Ia pun masih merasa sebagai warga Argentina. Itu sebabnya, beberapa kali bola yang semestinya mudah ditangkap atau ditepis, ternyata ‘dibiarkan’ menjadi gol.
Begitu lolos ke final, aura kemenangan Argentina sebagai tuan rumah sudah amat menyebar. Nama besar Belanda tak lagi mereka takuti. Seluruh penjuru negeri memberikan dorongan moral yang luar biasa pada kesebelasan tuan rumah.
Mario Kempes, Leopoldo Luque, Osvaldo Ardilles, Daniel Passarela, Alberto Tarantini, Daniel Bertoni, kiper Ubaldo Filol, dan lain-lain ternyata memang tampil menggila. Kedahsyatan taktik dan teknik sepak bola Belanda menjadi tak bermakna apa-apa.
Setelah angka 1-1 hingga waktu normal 2x45 menit, Argentina membukukan dua gol pada perpanjangan waktu 2x15 menit lewat Kempes lagi dan Bertoni. Gol Kempes ini menjadikannya sebagai top scorer dengan enam gol. Kembali, tamatlah riwayat total football di final.