REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Subang merupakan salah satu sentra produksi nanas. Luas areal mencapai 2.100 hektar yang tersebar di lima kecamatan dan terluas di Kecamatan Jalan Cagak. Berdasarkan potensi tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya mendorong kemitraan dan hilirisasi. Hal ini dimaksudkan agar nanas memiliki nilai tambah sehingga kesejahteraan petani meningkat.
"Potensi lahan nanas di Subang sudah dimanfaatkan optimal sehingga upaya peningkatan produksi dan kesejahteraan petani dengam cara penggunaan benih bermutu untuk peremajaan, pemupukan yang baik dan memperluas kemitraan industri pengolahan maupun ekspor,” kata Dirjen Hortikultura Kementan, Suwandi saat berkunjung ke Subang, Jawa Barat, didampingi Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Subang, Sulaiman Sidik, Jumat (28/12).
Menurut Suwandi, nilai tambah diperoleh dari pengolahan nanas menjadi produk enzim bromeolin, selai, keripik, dodol, konsentrat bahan industri, nanas kaleng, sirup dan lainnya.
"Berbagai produk atau nilai tambah ini pastinya akan memberi tambahan pemasukan atau pendapatan bagi petani dan harga jual nanas saat musim panen tidak merugikan petani, artinya adanya nilai tambah ini menyejahterakan petani," ujarnya.
Sebagai informasi, pada 2017 total ekspor nanas Indonesia mencapai 210.026 ton. Dari jumlah tersebut 95 persen di antaranya dalam bentuk olahan. Indonesia sendiri adalah negara eksportir nanas, sehingga tidak ada impor nanas.
"Ekspor nanas secara nasional berkontribusi 82 persen dari total ekspor buah. Nilai devisa dari nanas sekitar Rp 3,3 triliun," tutur Suwandi.
Adapun negara tujuan ekspor nanas selama ini ke Jepang, Uni Emirate Arab, Korea Selatan, Arab Saudi, Hongkong, Singapura dan berbagai negara lainnya.
“Data statistik menunjukkan produksi nanas 2018 diprediksi 1,85 juta ton arau naik 3,1 persen dibandingkan 2017 sebesar 1,79 ton,” kata dia.
Sementara itu Sulaiman Sidik mengatakan, nanas Subang yang berkembang di Subang jenis varietas Subang. Luas mencapai 2.100 hektare. Bila petani menggunakan benih seadanya dari tanaman yang ada, hasil buah ukuran lebih kecil dan produktivitas berkurang.
"Makanya perlu diperkenalkan teknik benih dan budidaya yang baik. Dinas Pertanian memberdayakan kelompok tani, mengarahkan peremajaan kebun nanas dan meningkatkan produktivitas. Kuncinya ada pada penggunaan benih mahkota yang bagus dan pemupukan. Untuk kualitas nanas masuk supermarket dan ekspor, produk nanas harus dijaga dengan teknologi pasca panen hingga packaging yang baik," tambahnya.
Ketua Kelompoktani Mekarsari Maju Desa Sarireja Kecamatan Jalan Cagak, Subang, Afrizal Ali mengatakan, pihaknya mengelola 63 hektare dengan 50 petani nanas sudah bermitra dengan industri selai. Setiap tahun memasok 500 ton atau seminggu 20 ton, dengan harga flat Rp 4.500 per kg, sedangkan harga impasnya atau break event point (BEP) Rp 2.500 per kg.
"Apabila dibudidayakan dengan mulsa dan pemupukan yang baik dengan hasil 2 hingga 4 kilogram per buah. Sedangkan bila dikelola biasa saja tanpa mulsa dan pupuk cukup BEP Rp 1.000 per kilogram tapi hasilnya juga rendah hanya 1 hingga 1,5 kilogram per buah," ujarnya.
Jadi, lanjutnya, dengan proses budidaya yang baik, tanaman diremajakan, dipupuk dan diberi ZPT tepat waktu, akan menghasilkan jauh lebih menguntungkan dari pada tanaman diperlihara sekedarnya.
"Intinya budidaya nanas yang menguntungkan itu, petaninya harus berani ambil tindakan, jangan takut menggunakan pupuk yang mahal asal memberikan produksi dan kualiatas yang bagus," pungkasnya.