Senin 14 Jan 2019 21:28 WIB

Ketua Asosiasi E-commerce Akui Sulit Mendata Jumlah UMKM

Data yang selama ini dimiliki ecommerce masih berupa klaim

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja  menunjukan aplikasi belanja online dikantor pusat Shopee Indonesia di Jakarta, Senin (14/1).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pekerja menunjukan aplikasi belanja online dikantor pusat Shopee Indonesia di Jakarta, Senin (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menyatakan, pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 210 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dapat mengurangi minat pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk masuk atau berjualan di e-commerce. Pasalnya pedagang dan e-commerce yang menjual barang akan dikenakan kewajiban pajak penghasilan (PPh) sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.

Hanya saja, kata dia, sampai sekarang asosiasi belum memiliki data pasti terkait jumlah UMKM yang sudah bergabung di seluruh e-commerce atau marketplace di Tanah Air. "Beda-beda setiap e-commerce, kalau keseluruhan kita nggak punya datanya, tapi kemarin Bukalapak klaim punya empat juta UMKM, lalu Tokopedia sudah lima sampai enam juta UMKM," ujar Ignatius di Jakarta, Senin, (14/1).

Baca Juga

Menurutnya, sulit untuk mendapatkan data tersebut. Alasannya, belum ada satu sistem yang mendatanya. 

IdEA pun mengaku kesulitan mencari data tersebut. "Hal itu karena, data seller bagi setiap pemain e-commerce sakral, soalnya itu aset mereka. Kalau sampai kita bisa dapat data tersebut bisa-bisa dituntut," jelasnya. 

Para pelaku e-commerce pun tidak diwajibkan untuk melaporkan data itu ke asosiasi. "Ya karena di dalam asosiasi juga pemain pesaing mereka. Makanya yang kita lakukan kemarin yakni menggandeng pihak serta netral," kata Ignatius. 

Dirinya menyebutkan, idEA telah menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan (Kemendag), serta Bank Indonesia (BI). Hanya saja, masih ada kendala. 

Rencana untuk mendata jumlah transaksi di e-commerce atau online, kata dia, juga belum terlaksana. "Tapi kita sudah diskusi berkali-kali sama BPS, BI dan Kemendag juga sudah," tambahnya. 

Ignatius menyebutkan, salah satu kendala pengumpulan data tersebut yakni terkait kerahasiaan data. Hal itu karena, para perusahaan online sangat menjaga datanya demi menarik investor. 

"Jadi ketika mereka mau nyerahin datanya, prosesnya panjang sekali," ujarnya. Selain itu, tambahnya, koordinasi serta sumber dayanya pun masih menjadi kendala. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement