Rabu 23 Jan 2019 09:40 WIB

Doa Imam Syafií Saat Nyaris Terbunuh Akibat Hoaks

Islam memberikan penawar hoaks dengan perlunya tabayun terhadap berita apapun.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Peziarah melihat makam Imam Syafi’i di Kairo, Mesir, Selasa (9/9). (Republika/Agung Supriyanto)
Peziarah melihat makam Imam Syafi’i di Kairo, Mesir, Selasa (9/9). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, Hoaks, dalam makna sebagai fitnah dan berita dusta, mempunyai dampak yang besar, bahkan bisa berakibat pada hilangnya nyawa seseorang. Penyebaran hoaks berupa fitnah pernah menimpa Imam Syafi’i. Hal ini sebagaimana tertulis dalam magnum opsnya, al-Umm.

Alkisah, Khalifah Harun ar-Rasyid hampir memenggal leher Imam Syafií,  ketika mendapat informasi tokoh kelahiran Gaza Palestina tersebut masuk kolompok Alawiyyun pimpinan Abdullah bin Mahda Hasan al-Mutsanna bin Husein as-Sibth yang akan melakukan pemberontakan. 

Tanpa tabayun Khalifah Harun meminta Gubernur Yaman membawa orang-orang yang diduga pemberontak dihadapkan kepadanya untuk selanjutnya dieksekusi mati termasuk Imam Syafi’i. 

Khalifah Harun tidak lagi melihat sosok Imam Syafi’i yang telah masyhur di bidang ilmu agama. Sang khalifah sudah dikuasai nafsu yang disulut kabar berita yang belum dikonfirmasi.  

Dahsyatnya pengaruh berita bohong sampai-sampai Khalifah Harun yang terkenal agung dan bijaksana itu terpedaya dan hampir membunuh saudara seimannya.   

Setelah semua kelompok Alawiyun selesai dipancung, giliran Imam Syafi’i digelandang menuju tempat eksekusi. Pada saat itulah Imam Syafi’i yang kariernya sedang bersinar di Yaman itu membaca doa singkat. 

“Wahai Allah yang Mahalembut, aku memohoan pada-Mu kelembutan atas semua takdir yang terjadi,” baca Imam Syafi’i dan langsung menegakan kepalanya berkata “As-salamualaika ya Amiral Mu’minin wa barakatuh!” Tanpa menyebut kata “Wa rahmatullah,” kata Imam Syafi’i menyampaikan salam kepada Khalifah Harun.

Khalifah Harun menjawab “Wa alaikas-salam wa rahmatullah wa barakatuh”. Engkau,” kata Khalifah Harun memulai percakapan dengan Imam Syafi’i yang tertunduk dengan posisi kaki tebelanggu rantai besi.

“Engkau memulai sesuatu sunah yang engkau tidak diperintahkan untuk melakukannya. Lalu kami menjawab itu dengan kewajiban yang sudah ada sendirinya. Sesungguhnya aneh engkau bisa di majelisku tanpa perintahku.”

Imah Syafi’i berkata. “Sesungguhnya Allah telah berfirman dalam Kitabnya yang mulia, dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengajarkan amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan dia akan benar-benar akan menukar mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.” (QS an-Nur: 55)  

Dan Dialah Allah, kata Imam Syafi’i, adalah Zat yang jika berjanji pasti menepati. Dia sudah menempatkanmu di bumi-Nya serta membuatku aman setelah ketakutan ku ketika engkau menjawab salamku dengan ucapanmu “Wa alaikas-salam wa rahmatullah,” Rahmat Allah sudah melingkupi diriku berkat keutamaanmu, wahai Amiru Mukminin.” 

Khalifah berkata, “Jadi apa alasanmu setelah jelas bahwa temanmu yang dimaksud adalah Abdullah bin Hasan, memberontak terhadapku dan dia diikuti orang-orang hina, sementara engkau menjadi pemimpin mereka.“

Imam Syafií berkata, “Baiklah karena engkau telah memintaku berbicara maka aku akan berbicara dengan adil. Hanya saja berbicara sambil membawa beban besi  amatlah sulit. Kalau saja engkau cukup baik kepadaku untuk melepaskannya dari kakiku, agar aku berlutut seperti yang dilakukan moyangku terhadap moyangmu, tentu aku akan fasih membela diriku, tapi jika tidak begitu maka tanganmulah yang lebih tinggi sementara tanganku rendah, dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji,”

Khalifah menoleh kepada budaknya yang bernama Siraj lalu berkata. “Lepaskan dia.” 

Siraj bergegas melepaskan belanggu besi di kedua kaki Imam Syafi’i. Imam Syafi’i lalu berlutut serta berkata mengutip surah al-Hujurat ayat ke-6: “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang-orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.”

“Duhai demi Allah aku sama sekali tida termasuk orang itu. Sesungguhnya telah berdusta orang-orang yang menyampaikan berita kepadamu. Sesungguhnya aku menghormati kehormatan Islam dan tanggung jawab nasab. Jadi cukuplah keduannya menjadi wasilah. Dan engkaulah yang paling berhak melaksanakan adab Kitabullah. Engkau adalah keturunan paman Rasulullah SAW. Yang membela agama serta melindungi ajaran beliau.”

Wajah Khalifah Harun pun berubah semeringah setelah mendengar ucapan Imam Syafi’i itu. Lalu ia berkata. “Ketakutanmu memang harus hilang. Sesungguhnya kami selalu menjaga hak kekerabatan serta ilmu.”

Jadi berita bohong bisa disebarkan oleh siapa saja orangnya yang memiliki sifat iri dengki di dalam hatinya terhadap personal atau kelompok pasti akan menyebarkan berita bohong. 

Dan sementara oang yang percaya terhadap berita bohong itu tidak memiliki semangat tabayun dan tentunya akan menjadi korban berita bohong.

Allah SWT memberikan obat penawarnya kepada kita sebagai umat Muslim agar tidak menjadi korban berita bohong. Penawarnya telah Allah sampaikan dalam surat al-Hujurat ayat ke-6 “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu  berita maka periksalah dengan teliti.” 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement