REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Ekonomi Rusia memprediksi, pertumbuhan ekonomi tahun 2019 akan melambat menjadi 1,3 persen. Sementara pada 2018 ekonomi Rusia tumbuh sebesar 2,3 persen yang didorong oleh beberapa faktor tidak berkelanjutan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita Reuters, Kementerian Ekonomi memperkirakan inflasi tahunan akan meningkat menjadi 5,2 hingga 5,4 persen pada Februari. Angka itu mencapai puncaknya pada 5,5 hingga 5,7 persen pada periode Maret hingga Mei. Sementara inflasi akan melambat di bawah lima persen pada akhir tahun jika nilai tukar rubel (mata uang Rusia) tetap stabil.
Dalam rapat 2019 World Economic Outlook, Bank Dunia mengatakan tingkat ekonomi Rusia meningkat, meski inflasi tetap rendah. "Meskipun sanksi ekonomi diperketat, Rusia mengalami inflasi yang relatif rendah dan stabil dan meningkatkan produksi minyak. Sebagai hasil dari aktivitas domestik yang kuat, ekonomi Rusia tumbuh pada kecepatan 1,6 persen pada tahun yang baru saja berakhir," kata laporan dari Bank Dunia yang dikutip laman Russia Today.
Bank Dunia menunjukkan bahwa negara yang dipimpin Vladimir Putin dan pengekspor minyak lainnya mempertahankan pertumbuhan stabil pada 2018, yang didukung oleh kenaikan harga minyak. "Di Rusia, pertumbuhan telah tangguh, didukung oleh konsumsi swasta dan ekspor," kata pernyataan Bank Dunia.
Bank Dunia memproyeksikan perlambatan jangka pendek tahun ini menjadi 1,5 persen. Pada 2020 dan 2021, bank Dunia mengharapkan peningkatan tingkat pertumbuhan PDB Rusia menjadi 1,8 persen.
Pada Oktober, Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan perkiraan pertumbuhan PDB Rusia pada 2019 menjadi 1,8 persen. Kepala ekonom IMF Maurice Obstfeld mengatakan, dampak positif dari kenaikan harga minyak dunia pada ekonomi Rusia akan lebih besar daripada efek negatif dari sanksi Washington.