Rabu 13 Feb 2019 18:18 WIB

Tarif Pesawat Mahal, Menteri BUMN Minta PPN Avtur Dihapus

Perbedaan avtur Indonesia dan Singapura ada pada PPN-nya.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Awak Mobil Tangki (AMT) melakukan persiapan sebelum berangkat untuk mendistribusikan BBM dan Avtur menuju ke Sulawesi, di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang, Jakarta, Selasa (2/10).
Foto: Republika/Prayogi
Awak Mobil Tangki (AMT) melakukan persiapan sebelum berangkat untuk mendistribusikan BBM dan Avtur menuju ke Sulawesi, di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang, Jakarta, Selasa (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk bisa mengkaji penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjulan bahan bakar jenis avtur. Bahkan Rini menyampaikan keinginannya agar PPN dihapuskan.

Cara ini diyakini bisa menjadi solusi atas mahalnya harga avtur yang dituding jadi biang kerok mahalnya tarif pesawat. "Harapannya dihapus (PPN)," kata Rini singkat sebelum meninggalkan kompleks Istana Presiden, Rabu (13/2).

Rini juga menjelaskan mengapa penjualan avtur tidak diserahkan kepada Angkasa Pura (AP) I dan II yang saat ini bertugas mengelola bandara. Ia beralasan, infrastruktur pipanisasi hingga penyimpanan avtur semuanya masih dilakukan oleh Pertamina, bukan AP I dan II.

Soal Harga Avtur, JK: Perlu Ada Persaingan Sehat

Artinya, penjualan avtur masih harus dilakukan Pertamina. Soal mahalnya harga jual avtur, Rini menekankan bahwa pihaknya sedang memilah struktur biaya penjualan agar bisa ditekan angkanya.

"Kami usulkan ke Menkeu. Tapi masih dilihat. Kami melihat juga cost structure kita. Formula dari avtur, base cost sama, disamakan dengan kita di Singapura. Nah ini saya sedang lihat di semua titik kita base structure kita ikuti formula ESDM bagaimana," kata Rini.

Rini menjelaskan, harga jual avtur di Tanah Air sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang dijual di Singapura. Perbedaan paling mendasar antara penjualan avtur di Indonesia dengan negara lain adalah pengenaan PPN. Rini melihat di situlah kunci bagi pemerintah untuk bisa melakukan penyesuaian.

"Kita melihat hitungannya sekarang. Yang selalu dilihat hitungannya, base-nya apa. Jadi kita nggak terlalu beda jauh kok sama Singapura. Cuma ada perbedaan paling utama pajak. di kita kena PPN, di sana nggak kena," kata Rini

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement