REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemberian insentif fiskal dari pemerintah ke sektor industri yang berinvestasi untuk kegiatan vokasi, penelitian, dan pengembangan (R&D), rencananya akan direalisasikan berbentuk keringanan pajak atau super deductible tax. Fasilitas tersebut merupakan penambahan faktor pengurangan pajak penghasilan (PPh) di atas 100 persen sehingga pembayaran yang ditanggung badan usaha semakin kecil.
“Kami sudah melakukan pipeline sejak akhir 2018 lalu dan akan terus melakukan harmonisasi dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Perindustrian,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui siaran pers, Rabu (20/2).
Dia menjelaskan, bila harmonisasi dapat berjalan lancar, super deductible tax dapat keluar lebih cepat dibanding target yang direncanakan, yakni Maret 2019. Dia menyebut, jika harmonisasi itu terealisasi maka tak menutup kemungkinan realisasi super deductible tax dua pekan lagi.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartato mengatakan, penerapan kebijakan super deductible tax merupakan salah satu dukungan pemerintah dalam mendukung inisiatif Making Indonesia 4.0. Menurutnya, pemberian fasilitas bagi para pelaku industri itu semakin melengkapi fiskal tax allowance dan tax holiday.
“Ini akan mengeakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0,” katanya.
Pihaknya mengusulkan skema keringanan pajak hingga 200 persen untuk industri yang berinvestasi R&D di Indonesia dengan nilai investasi sebesar Rp 1 miliar. Sementara itu keringan pajak hingga 300 persen akan diberikan kepada industri yanh terlibat dalam R&D untuk menciptakan inovasi.
Dia menjabarkan, simulasi pemberian insentif pajak dapat berupa pengurangan terhadap penghasilan kena pajak selama lima tahun kepada perusahaan yang ikut serta.
“Misalnya ada perusahaan bangun pusat inovasi R&D, nilai investasinya Rp 1 miliar, maka pemerintah akan kurangi penghasilan kena pajak Rp 3 miliar selama lima tahun itu. Jadi bentuknya pengurangan dari biaya litbangnya dikalikan tiga,” katanya.
Adapun syarat yang harus dipenuhi perusahaan apabila ingin mendapat insentif pajak dari kegiatan R&D berupa hasil riset yang dilakukan harus berdampak besar pada perekonomian nasional seperti peningkatan daya saing produk, memacu ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.
Selanjutnya, perusahaan yang mengajukan insentif tersebut nantinya akan dianalisa terlebih dahulu oleh pemerintah. Airlangga menegaskan, pemberian insentif fiskal tak serta-merta diberikan begitu saja tanpa pemenuhan syarat yang ditentukan.