REPUBLIKA.CO.ID, BANJAR -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mendukung penuh hasil rekomendasi yang dicapai dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) di Banjar Jawa Barat, sejak Rabu (27/2) hingga Jumat (1/3) hari ini. Salah satunya rekomendasi Munas NU terkait dorongan penggunaan energi terbarukan, seperti listrik.
JK menilai rekomendasi tersebut penting agar mendorong masyarakat tidak bergantung dengan energi tak terbarukan seperti minyak bumi dan batubara.
"Itu sangat penting supaya sekali lagi jangan kita habis dengan minyak, dengan batu bara, tetapi dengan air," ujar JK saat menutup acara Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) di Banjar Jawa Barat, Jumat (1/3).
Menurutnya, energi terbarukan seperti listrik memanfaatkan energi yang masih banyak tersedia seperti air, matahari, dan angin.
"Jadi listrik yang telah dirahmati oleh Allah karna Allah yang kasih air, Allah yang kasih matahari, Allah yg kasih angin, maka kita memakai pemberian Allah itu untuk menjadi tenaga untuk kita kelistrikan semua," kata JK.
JK melanjutkan, jika tidak dimanfaatkan maka akan menyebabkan masalah masalah lingkungan. Hal ini karena jumlah energi tak terbarukan semakin menipis, sementara konsumsi terus bertambah.
"Kalau tidak, maka akan terjadilah juga masalah-masalah lingkungan daripada tanah air itu. Oleh karena itu maka tentu pak kiai tentu mengajarkan juga di pesantren hal-hal tersebut," kata JK.
Sebelumnya, dalam Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Banjar, Jawa Barat merekomendasikan sejumlah hal. Salah satunya terkait pemanfaatan dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Pemerintah diminta harus lebih serius melakukan pengembangan dan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mengacu pada Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2010-2025 dan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.
Munas mendorong Pemerintah menargetkan persentase pemanfaatan energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional minimal sebesar 23 persen pada 2025. Langkah lebih serius harus dilakukan karena saat ini penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia baru sekitar 6,8 persen dari keseluruhan energi yang dikelola. Selain itu, road map pengembangan EBT harus jelas dan faktor keekonomian tidak boleh mendeterminasi kebijakan.
"NU mendukung pemanfaatan EBT secara maksimal. Mengingat kebutuhan energi dalam skala besar dan EBT tidak mampu mencukupi kebutuhan energi nasional, pemerintah bisa mempertimbangkan energi nuklir dengan tetap meletakaan kemanan dan keselamatan sebagai faktor kunci," salah satu rekomendasi tertulis Munas NU.