REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menyambut baik hasil bahtsul masail (kajian hukum) Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait pembatasan penggunaan sebutan kafir.
Menurut Ketua Umum PHDI Wisnu Bawa Tenaya, keputusan tersebut sangat menyejukkan bagi umat Hindu di Indonesia. "Sejuk, sangat sejuk. Tentu kami berharap semua bisa menghormati apa yang menjadi keputusan saudara kita," ujar Wisnu di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (5/3).
Wisnu menyampaikan, PHDI menghormati keputusan PBNU tersebut. Pengendalian seluruh pancaindra termasuk mengendalikan tutur kata akan menciptakan perdamaian dan rasa saling menghormati di dalam bermasyarakat. "Ini harus terkendali agar kita bisa saling menghormati satu dengan yang lain," ujar dia.
Sebelumnya, dalam penutupan Munas dan Konbes NU 2019 di Kota Banjar, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyebutkan, beberapa hasil bahtsul masail yang dinilai penting untuk diketahui masyarakat, terutama bagi warga Nahdliyin. Salah satunya yakni terkait istilah kafir.
Kiai Said mengatakan, berdasarkan hasil bahtsul matsail, istilah kafir tak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara-bangsa. Sebab itu, tak ada istilah kafir bagi warga negara non-Muslim. Dan sebab itu pula, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata konstitusi.
“Istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad di Makkah untuk menyebut orang-orang penyembah berhala yang tidak memiliki kitab suci, yang tidak memiliki agama yang benar. Tapi, setelah Nabi Muhammad hijrah ke Kota Madinah, tak ada istilah kafir untuk warga negara Madinah yang non-Muslim. Ada tiga suku non-Muslim di sana, tapi tak disebut kafir," katanya.