REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Pasokan listrik Venezuela tetap tidak merata setelah pemadaman terburuk dalam beberapa dekade melumpuhkan sebagian besar negara itu, Jumat (9/3). Ini memperburuk kesulitan bagi jutaan orang yang sudah menderita hiperinflasi, dan meluasnya kekurangan barang-barang kebutuhan pokok.
Menurut saksi mata dan media setempat, listrik kembali hidup ke beberapa bagian ibu kota Karakas pada sore hari, tetapi dengan cepat terputus lagi. Baik pejabat Partai Sosialis, maupun perusahaan listrik negara, Corpoelec tidak memberikan informasi lebih lanjut tentang situasi ini.
Pemimpin oposisi Juan Guaido, yang diakui sebagian besar negara-negara Barat sebagai kepala negara Venezuela yang sah, mengkritik pemerintah karena mengacaukan pasokan energi negara. Ia mengatakan Maduro adalah orang yang menyabotase negara tersebut.
"Sabotase mencuri uang dari Venezuela. Sabotase membakar makanan dan obat-obatan. Sabotase mencuri pemilihan," kata Guaido di Twitter.
Masih belum jelas apakah pemadaman telah mempengaruhi operasi minyak di negara OPEC. Perusahaan minyak negara PDVSA tidak memberikan komentar terkait hal ini.
Di lingkungan kelas atas Karakas di Los Palos Grandes, beberapa ratus orang berkumpul untuk rapat umum. Di sana, pemimpin oposisi Guaido berbicara dalam pertemuan tersebut.
"Semua orang berharap bahwa dengan Guaido, negara akan kembali normal. Itu saja yang diinginkan seseorang, untuk hidup normal. Bahwa ketika saya membuka keran, air keluar. Bahwa ketika saya membalik sakelar lampu, lampu akan menyala," kata Yamila Oliveros, seorang arsitek berusia 53 tahun.
Sementara itu, Washington, yang memimpin seruan agar Maduro mundur, berjanji pada Kamis untuk memperluas sanksi terhadap Venezuela. Ini termasuk pada bank asing yang menyediakan pembiayaan kepada pemerintah.
Adapun Cina bersama-sama dengan Rusia mendukung kepemimpinan Maduro. Cina mengeluarkan peringatan keras pada Jumat untuk negara-negara Barat tentang risiko dalam menjatuhkan sanksi, dan campur tangan di Venezuela.
"Campur tangan pihak luar dan sanksi hanya akan memperburuk situasi yang tegang. Sudah cukup banyak pelajaran seperti itu dari sejarah, dan jalan bencana lama yang sama tidak boleh diikuti," kata diplomat pemerintah Cina, Anggota Dewan Negara Wang Yi.