REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga batu bara yang masih fluktuatif karena kebijakan beberapa negara penyerap batubara membuat PT Bukit Asam (PTBA) perlu melakukan ekspansi pasar ekspor. Ekspansi ini perlu dilakukan oleh perusahaan mengingat juga perusahaan kini mempunyai produksi batubara kalori tinggi yang banyak diperlukan oleh pasar internasional.
Direktur Utama PTBA, Arviyan Arifin menjelaskan selama ini pasar ekspor perusahaan merupakan pasar tradisional, yaitu Cina, India dan Jepang. Ia mengatakan mulai tahun kemarin perusahan mulai mengekespansi pasar ekspor ke beberapa negara Asia lainnya.
Negara yang dibidik antara lain Vietnam, Filipina, Hong Kong, Korea, Laos dan Sri Lanka. "Kalau kita keluar dari pasar tradisonal, pasar juga jadi lebih sehat dan harga lebih baik," ujar Arviyan di Hotel Fairmount, Senin (11/3).
Direktur Niaga PTBA, Adib Ubaidillah mengatakan pasar ekspor yang baru ini memang diperkuat oleh perusahaan karena selain harus memenuhi pasar domestik, perusahaan mempunyai ruang kuota sebesar 20 persen untuk bisa dijual ke pasar spot. Pasar spot ini merupakan strategi perusahaan agar bisa menjual batu bara dengan harga yang menarik.
"Jadi terkadang di tengah perjalanan ada fluktuasi harga juga. Karena kontrak-kontrak itu kami ada room sektar 20 persen kita bisa lakukan dengan spot. Strateginya adalah kami melhat swing harga itu kemana," ujar Adib di lokasi yang sama.
Adib menargetkan pada 2019 ini total penjualan ekspor bisa mencapai 14,1 juta ton atau meningkat 4 juta ton jika dibandingkan volume penjualan ekspor pada 2018 yang sebesar 10,7 juta ton. "Kami berusaha untuk mengungulkan produk batubara kalori tinggi kami," ujar Adib.
Perusahaan mencatatkan peningkatan pendapatan dan laba pada 2018 kemarin didukung oleh penjualan domestik dan ekspor yang cukup baik pada tahun lalu. Pasar domestik berkontribusi sebesar 59 persen atas total penjualan dan sisanya 41 persen merupakan pasar ekspor.