REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada lagi saat itu penerapan kebijakan yang sangat memberatkan Muslimin Filipina, yakni The Mining Law of 1905. Aturan itu menyatakan, semua tanah yang telah diakui sebagai milik negara, maka tanah itu bebas terbuka untuk dieksplorasi modal.
Baca juga: Umat Islam dan Kolonialisme AS atas Filipina (1)
Amerika Serikat (AS) semakin gencar menekan rakyat Filipina, termasuk umat Islam di sana, dengan membuat kebijakan yang tidak adil. Aturan Quino-Recto Collonialization Act nomor 419 pada Februari 1935 menandai upaya pemerintahan kolonial AS yang lebih agresif. Dengan kata lain, kian terdesaklah wilayah Kesultanan Mindanao dan Kesultanan Sulu.
Amerika berfokus pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara. Secara bertahap mereka membuka permukiman besar di wilayah Filipina selatan. Sebagian area difungsikan menampung ribuan masyarakat Kristen yang datang dari wilayah utara. Tujuan Amerika, hendak meluruhkan situasi homogen dan keunggulan Muslim di Mindanao.
Penduduk non-Muslim dari utara dipermudah dalam mendapatkan kepemilikan tanah di wilayah Filipina selatan. Hal ini mendorong terjadinya perpindahan penduduk dari utara ke selatan.
AS lantas membentuk Provinsi Moro Land. Dalihnya, untuk memberikan arah sistem masyarakat modern. Akibatnya, terjadi pertempuran yang tidak bisa dihindari. Rakyat dan pemimpin lokal Filipina selatan berperang melawan Amerika yang semakin terang-terangan menjajah.
Menurut Teofisto Guingoana, dalam periode 1914-1920 telah terjadi 19 kali pertempuran besar antara umat Islam Filipina selatan dan Amerika. Ada dasar semangat jihad fi sabillah yang digelorakan kaum Muslimin setempat saat itu. Akan tetapi, mereka kian tidak mampu menahan kekuatan militer Amerika.
Sulu dan Mindanao Takluk
Maka, sejak tahun 1920-an seluruh wilayah Kesultanan Sulu dan Mindanao takluk di bawah kolonialisme Amerika. Wilayah kesultanan tersebut kemudian dikendalikan gubernur jenderal yang ditunjuk pemerintah AS.
Namun, sejumlah wilayah di selatan Filipina diserahkan kepada orang-orang dari wilayah utara Filipina yang beragama non-Muslim. Amerika memberi mereka tugas menjadi gubernur.
Situasi ini mengawali proses tergerusnya Muslim Filipina di bawah kekuasaan Pemerintah Filipina. Memang, hal itu sempat terjeda oleh Perang Dunia II. Jepang sempat menguasai Filipina.
Namun, AS kemudian mampu mendesak Jepang di kancah perang. Dai Nippon pun terusir dari Filipina. Amerika berhasil memulikan kekuasaannya atas Filipina.
AS pun menepati janji untuk memberikan kemerdekaan kepada Filipina. Itu terjadi pada 4 Juli 1946. Kemudian, Manuel Roxas naik menjadi presiden pertama Filipina
Toh AS tidak kehilangan pengaruh di Filipina. Eksistensinya tetap bertahan, baik secara secara militer maupun ekonomi. Misalnya, dengan membangun pangkalan-pangkalan militer di Filipina.