REPUBLIKA.CO.ID, OLEH: Hasan Basri Tanjung
Seorang sahabat bernama Abu Sa'id al-Khudri RA pernah bercerita. Suatu hari setelah shalat Ashar, Nabi Muhammad SAW berkhutbah di hadapan kaum Muslimin hingga menjelang matahari tenggelam.
"Ketahuilah, kemarahan itu bagai bara api yang dinyalakan di rongga anak Adam. Bukankah kalian melihat merah matanya dan urat lehernya. Maka jika salah seorang dari kalian mengalami hal itu, hendaklah ke bumi dan ke bumi (duduk). Ketahuilah, sesungguhnya sebaik-baik orang adalah lambat marah tetapi mudah reda, dan seburuk-buruk orang adalah cepat marah dan lambat redanya. Apabila seseorang lambat marah dan lambat pula reda, dan cepat marah dan cepat reda, maka itu bukan hal yang baik." (HR Imam Ahmad).
Memaknai pesan Nabi SAW tersebut, marah itu manusiawi dan bernilai positif bagi kehidupan manusia. Orang yang beriman memiliki rasa marah, terutama ketika kebenaran ajaran Islam dinistakan atau kebiadaban dipertontonkan seperti pembantaian umat Islam di Selandia Baru waktu lalu. Namun, karakter orang bertakwa mampu menahan amarah (QS 3:134). Karena itu pula, Nabi SAW menasihati seseorang, "laa taghdhab" (jangan engkau marah) dan mengulanginya (HR Bukhari).
Beranjak dari hadis tersebut, manusia ada empat macam, yakni: Pertama, bathii`a al-ghadhabi sarii'a al-ridhaa (lambat marah tetapi mudah reda). Inilah sebaik-baik pribadi Muslim. Kepribadiannya matang, dewasa, dan berwibawa. Akalnya sehat dan hatinya lapang. Sosok yang kuat dan dibanggakan oleh Allah SWT. kelak dengan balasan surga (HR. Ahmad). Kedewasaan seseorang akan terlihat ketika mampu menahan amarah walaupun ia sanggup membalasnya.
Kedua, sarii'a al-ghadhabi bathiia al-ridhaa (cepat marah tapi lambat reda). Inilah seburuk-buruk pribadi Muslim. Kepribadiannya lemah dan rapuh menghadapi masalah. Mudah tersinggung oleh ucapan atau tindakan orang yang tidak disukai. Bukan hanya mudah marah (temperamental), melainkan ia juga menaruh dendam kepada orang yang menyakitinya.
Ketiga, bathii`a al-ghdhabi bathii`a al-fay`i (lambat marah dan lambat reda). Orang semacam ini termasuk pribadi yang buruk. Sebab, manakala sudah terpancing emosinya, ia tak mampu mengendalikan diri. Orang seperti ini masih lebih baik dari tipe yang kedua. Jika marah, ia tidak bisa segera menyudahinya dan berkelanjutan walaupun masalahnya sudah diselesaikan.
Keempat, sarii'a al-ghdhabi wa sarii'a al-fay`i (cepat marah dan cepat reda). Pribadi seperti ini pun kurang baik. Bagaikan rumput kering yang terkena percikan api yang menyambar apa saja. Biasanya, tipe ini lebih mudah dihadapi sehingga dapat dicegah dampak negatif yang ditimbulkan. Ia tidak sulit minta maaf dan pandai memperbaiki suasana menjadi kondusif kembali.
Harga sebuah kemarahan itu mahal walaupun hanya terjadi dalam sekejap. Lihatlah penyesalan seorang pemain bola yang melakukan pelanggaran berat dan dihukum kartu merah dan denda. Begitu pun, seorang pengendara motor yang melanggar lalu lintas di Tangerang beberapa waktu lalu. Jangankan menyesal, justru ia marah dengan merusak kendaraannya dan akhirnya mendapat hukuman.
Ketika marah, hendaknya kita berlindung kepada Allah SWT dari godaan setan (HR Muslim). Jika berdiri maka duduk, berbaring, diam, atau berwudhu' (HR Ahmad). Akal sehat dan adab harus tetap dijaga meskipun beda pilihan politik atau hasilnya tidak sesuai harapan. Kemarahan hanya akan menyisakan penyesalan dan terlalu mahal harga yang harus dibayarkan. Allahu a'lam bish-shawab.