Ahad 05 May 2019 20:25 WIB

Shaum dan Persatuan Bangsa

Bulan Ramadhan mencerminkan simbol persatuan umat Islam di seluruh dunia.

Ilustrasi Ramadhan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dadang Kahmad

Bulan Ramadhan mencerminkan simbol persatuan umat Islam di seluruh dunia. Pada bulan inilah umat Islam di seluruh belahan dunia diwajibkan melaksanakan ibadah shaum sebulan penuh. Pada bulan ini umat Islam juga diikat dengan kesamaan momentum, yakni kesatuan rasa, akal, dan perbuatan untuk mewakafkan kehidupannya hanya kepada Allah semata.

Kesatuan rasa, akal, dan perbuatan tersebut tecermin dalam ibadah puasa yang kita laksanakan. Dengan ibadah ini, sebagai sebuah bangsa, kaum Muslim diajarkan untuk menahan diri dari perilaku gaduh yang selama beberapa bulan ke belakang seolah tiada berhenti memecah belah perasaan umat Islam Indonesia melalui pesta demokrasi pemilihan umum dan pemilihan presiden.

Shaum secara kebahasaan ialah al-imsak yang berarti menahan diri. Dan, secara istilah kata shaum diartikan sebagai menahan diri dari aktivitas makan, minum, bicara tak berfaedah, dan menyalurkan syahwat dalam rangka beribadah kepada Allah. Dalam konteks kebangsaan, kita baru saja menyelesaikan salah satu tahapan pemilihan legislatif maupun presiden NKRI.

Melalui ibadah shaum, kita diajarkan untuk menahan diri dari perilaku curang dan in kons titu sional dalam menyikapi hasil pemilihan. Dalam bahasa lain, pada bulan Ramadhan inilah kelegawaan hati menjadi modal utama dalam menciptakan persatuan bangsa. Negara kita, Indonesia, ialah sebuah bangsa yang ter diri atas latar belakang suku, ideologi, agama, dan mazhab yang berbeda serta ragam.

Tanpa kelegawaan hati yang terpatri dalam sanubari, kita akan kesulitan menemukan sakinah, harmonitas, ketenteraman, dan kesentosaan di bumi Indonesia. Karena itulah, bagi saya, Ramadhan adalah momentum yang tepat un tuk merajut kembali persatuan bangsa demi menciptakan peradaban berkemajuan melalui kelegawaan hati para pemimpin bangsa ini.

Terma al-imsak dalam konteks kebangsaan ialah menahan diri dari rupa-rupa tindakan, seperti curang, anarkistis, kaos, pembicaraan antidemokrasi, dan perilaku meluapkan amarah. Allah SWT berfirman, Sungguh aku bernazar puasa (diam) karena Allah Maha Pengasih; pada hari ini aku tidak akan berbicara dengan manusia. (QS Maryam [19]:26).

Kendati konteks ayat di atas berbicara tentang nazar Siti Maryam, secara qiyasi, dapat dijadikan rujukan hukum untuk menahan diri dari berbicara bullshit pada bulan Ramadhan karena akan menghancurkan rajutan berbangsa. Rasulullah SAW mengingatkan kita bahwa puasa itu menjaga dari perkataan keji dan kotor (HR Bukhari- Muslim).

Bahkan, Allah SWT juga tidak membutuhkan puasa orang yang tidak mampu menjaga omongannya (HR Bukhari). Di dalam hadis lain, dijelaskan bahwa yang membatalkan puasa ialah ketidakmampuan menjaga lisan dari aktivitas bohong, gosip, adu domba, dan sumpah palsu (HR Abu Dawud).

Melalui ibadah shaum Ramadhan, kita diperintahkan Allah untuk menjaga lisan dari perkataan yang dapat memecah belah rasa persatuan bangsa. Allah SWT memerintahkan menunaikan ibadah shaum untuk menempa kita menjadi manusia yang memiliki kelapangan hati dan ketakwaan diri. Wallahu a'lam bishawab. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement