REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut bulan suci Ramadhan bisa menjadi momen mengedepankan toleransi dan semangat persaudaraan di antara umat Islam. “MUI meminta umat Islam menghargai perbedaan dan meninggalkan sikap egoisme kelompok yang berlebihan dalam kehidupan sosial dan keagamaan,” kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam keterangan tertulisnya, Ahad (5/5).
Jangan sampai, dia melanjutkan, umat Islam terjebak pada sikap eksklusivisme. Dia menganggap sikap tersebut dapat melahirkan pertentangan, perselisihan, dan perpecahan. Mengembangkan semangat persaudaraan bisa dilakukan baik dalam persaudaraan Islam maupun persaudaraan kebangsaan.
Apalagi, Indonesia baru saja menyelesaikan tahapan pemilihan umum. Masyarakat harus kembali merajut tali silaturahmi dan persaudaraan hakiki yang selama ini tercabik-cabik, terkotak-kotak, dan terpecah belah dalam perbedaan pilihan politik.
“Pada momentum bulan Ramadhan yang mulia ini, saatnya kita mengakhiri semua silang sengketa, saling tuduh, fitnah, dan saling olok dengan penyebutan kampret dan cebong,” ujar Zainut.
MUI mengajak umat Islam menjalani Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, serta senantiasa mengharap ridha Allah SWT. Menurut dia, Ramadhan harus dimaknai sebagai bulan yang penuh rahmat dan kasih sayang.
Sebab, dia menjelaskan, berpuasa bukan sekadar menahan diri dari makan, minum, dan semua hal yang dapat membatalkannya. Namun, berpuasa dapat melatih kepekaan terhadap kesulitan orang lain, melatih empati kepada orang yang belum beruntung, keberpihakan kepada orang yang teraniaya, menghargai nilai-nilai kemanusian, dan menjauhkan diri dari perbuatan zalim, aniaya, fitnah, hoaks, ujaran kebencian, dan bentuk kejahatan lainnya.
“Berpuasa merupakan implementasi dari nilai-nilai Islam tentang perdamaian, kasih sayang, dan keadilan,” kata Zainut.