REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berpuasa memiliki banyak manfaat baik bagi tubuh. Selain melancarkan metabolisme tubuh, ibadah menahan lapar seharian ini juga memicu proses detoksifikasi alami. Racun serta zat berbahaya lainnya akan dikeluarkan secara alami dari tubuh.
Namun, efek positif itu tidak maksimal apabila orang yang berpuasa makan berlebihan saat sahur dan berbuka. Kebiasaan itu biasa disebut overeating. Kebiasaan itu bukan hanya penyebutan untuk makan dalam porsi berlebih, melainkan juga melahapnya dengan kecepatan kelewat batas. Gabungan keduanya menyebabkan efek yang lebih buruk lagi.
Ahli kesehatan dan nutrisi, dr Maria Charlotte BMedSci, menjelaskan alasannya. Peningkatan metabolisme saat berpuasa membuat tubuh menyerap nutrisi dengan lebih optimal. "Absorbsi yang lebih cepat di tambah makan berlebihan menyebabkan banjir kalori," kata Maria kepada Republika, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia berujar, jika menjalankan kebiasaan itu, tidak mengherankan apabila jerawat bermunculan di wajah. Akumulasi dari kebiasaan tersebut pun membuat berat badan lekas bertambah walaupun frekuensi makan pada bulan puasa berkurang. Tak hanya itu, makan berlebihan juga dapat memicu penyakit lambung gastritis. Belum ada penelitian khusus, tetapi sejumlah kasus menunjukkan overeating menimbulkan gejala sakit perut serta perut kembung.
Maria memaklumi, menahan lapar seharian berpotensi membuat seseorang menyantap apa pun yang terhidang saat buka puasa. Karena 'lapar mata', semuanya ingin dilahap sekaligus.
Begitu pula ketika sahur, ada yang ingin makan banyak-banyak untuk 'menabung' energi di perut. Padahal, harapan agar tidak merasa lapar agak mustahil.
"Justru itu seninya berpuasa. Puasa membiasakan seseorang mengasah pengendalian diri untuk mengontrol pikiran, hati, dan jasmani," kata dia.
Dokter yang sehari-hari praktik di klinik kecantikan ID Beauty Clinic itu menyarankan selective eating. Artinya, makan apa yang di butuhkan, bukan diinginkan. Supaya tidak makan berlebihan, setiap orang perlu menyiapkan tekad. Kesadaran mengenai apa saja nutrisi yang perlu dikonsumsi dan diserap tubuh sangat penting.
Maria menjelaskan, kecukupan porsi agar jumlah makanan tidak melampaui batas. Ukuran umumnya adalah sepiring makanan dengan 400-500 kalori meskipun setiap orang bisa berbeda-beda sesuai berat badan.
Ikuti sunah
Cara termudah ialah mengikuti sunah Rasulullah, yakni berhenti makan sebelum kenyang. Idealnya, satu piring makanan terdiri atas nutrisi makro karbohidrat, lemak, protein, serta nutrisi mikro, seperti vitamin, mineral, zat besi, dan magnesium.
Makan selektif memiliki banyak pengaruh baik, termasuk menjadikan kulit sehat dan cantik. Pasalnya, kelancaran metabolisme saat berpuasa membuat semua nutrisi terserap sempurna. Gizi tepat membuat kulit tampak cerah dan berkilau. Nutrisi baik yang diserap dari makanan pun lekas menyembuhkan eksim serta reaksi peradangan lain.
Sebagai antipenuaan alami, Muslim yang berpuasa bisa menambahkan salmon yang kaya protein, DHA, dan Omega 3 dalam menu. Melawan jerawat serta peremajaan kulit bisa dilakukan dengan memperbanyak nutrisi zinc yang terkandung dalam sayur kol.
Sebaliknya, makan berlebihan saat berpuasa akan memberikan dampak buruk bagi kulit. Sebab, kalori membanjir dan nutrisi yang terserap juga melebihi yang seharusnya. Maria mengatakan, cara lain memperbaiki kondisi kulit saat berpuasa adalah menjaga tubuh tetap terhidrasi. Secara alami, kulit membutuhkan hidrasi yang bisa didapatkan dari cukup minum dan mengoleskan pelem bap.
"Tips rumus hidrasi saat berpuasa adalah 2-4-2, yaitu minum dua gelas air putih saat ber buka puasa, empat gelas usai makan ma lam dan menjelang tidur, serta dua gelas saat sahur," kata dia.
Maria meyakini kewajiban berpuasa sudah diatur Allah SWT demi kebaikan manusia. Sebab, ada penelitian yang mengungkap bahwa de toksifikasi 28 hari dalam setahun sudah cukup untuk mengeliminasi racun dalam tubuh dan menyehatkan tubuh. "Tanggung jawab kita, menjaga pola makan dan asupan gizi untuk menjaga kesehatan diri. Kita yang punya setir, mau membawa tubuh menjadi sehat atau sesat," ujar lulusan Universitas Indonesia tersebut.