REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam yang diyakini masuk ke nusantara pada abad ke-7 Masehi meninggalkan warisan yang sangat banyak dan tersebar di seluruh pelosok Tanah Air. Bentuk peninggalan sejarah Islam di Indonesia juga sangat beragam karena ajaran Islam mencakup semua segi kehidupan. Sebagian besar peninggalan Islam itu merupakan hasil perpaduan budaya Islam dengan budaya setempat.
Menurut para ahli antropologi, terjadinya perpaduan budaya ini membuktikan bahwa penyebaran Islam di Indonesia dilakukan dengan cara-cara damai tanpa adanya usaha menghapuskan kebudayaan yang telah ada. Peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia hadir dalam beragam bentuk, seperti masjid, istana, makam, kaligrafi, dan karya sastra. Untuk masjid, kita mengenal Masjid Agung Demak, Masjid Kudus, Masjid Agung Banten, Masjid Katangka (Sulawesi Selatan), dan Masjid Sunan Ampel (Surabaya).
Bagaimana dengan istana?
Istana atau keraton peninggalan sejarah Islam pun tersebar di Tanah Air, mulai dari Istana Maimun di Sumatra Utara, Istana Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku, Keraton Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon, Keraton Kesultanan Yogyakarta, sampai Istana Raja Gowa di Sulawesi Selatan. Mari kita kunjungi tiga di antara istana-istana tersebut.
Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan tapak sejarah penting. Ia merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat penyebaran Islam di Jawa Barat. Sekarang ini, Keraton Kesepuhan memiliki museum yang cukup lengkap, antara lain, berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan, yaitu kereta Singa Barong. Kini, kereta itu tak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Keraton Kasepuhan didirikan pada 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan takhta dari Sunan Gunung Jati pada 1506. Keraton Kasepuhan awalnya bernama Keraton Pakungwati. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Dewi Pakungwati wafat pada 1549 dalam usia sangat lanjut. Namanya lalu diabadikan sebagai nama keraton, yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang dikenal sebagai Keraton Kasepuhan.
Secara arsitektur, bangunan dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa. Semua elemen atau unsur budaya di atas melebur menjadi satu pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut.
Istana Maimun
Bangunan indah ini merupakan salah satu ikon Kota Medan, Sumatra Utara. Didesain oleh arsitek Italia, istana ini dibangun oleh Sultan Deli Makmun al-Rasyid Perkasa Alamsyah pada 1888. Sebagai warisan Kesultanan Melayu-Deli, Istana Maimun didominasi warna kuning khas Melayu.
Istana ini terdiri atas dua lantai yang dibagi menjadi tiga bagian: bangunan utama, sayap kiri, dan sayap kanan. Sekitar 100 meter di depan istana, berdiri Masjid al-Maksum yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Medan. Memiliki luas total 2.772 meter persegi, Istana Maimun kini menjadi tujuan wisata. Selain berserajah dan berusia tua, istana ini banyak dikunjungi wisatawan juga karena arsitekturnya yang unik, yakni memadukan unsur budaya Melayu dengan gaya arsitektur Islam, Spanyol, India, dan Italia.
Sekarang, Sultan Deli tak lagi memiliki kekuasaan politik. Namun, garis suksesi takhta masih terus berlanjut hingga saat ini.
Istana Raja Gowa
Masyarakat Sulawesi Selatan lebih mengenalnya sebagai Istana Balla Lompoa. Dibangun pada 1936, istana yang terbuat dari kayu ini terakhir kali ditempati oleh Raja Gowa XXXVI Andi Idjo Karaeng Lalolang.
Pada zaman dulu, istana ini berfungsi sebagai tempat kediaman dan pertemuan para pemangku adat Kerajaan Gowa. Tapi, saat ini istana dialihfungsikan sebagai museum untuk mengenang perjalanan sejarah Kerajaan Gowa. Berlokasi di Kota Sungguminasa, Gowa, istana ini bisa dicapai dengan 30 menit perjalanan dari Kota Makassar.
Kerajaan Gowa tercatat sebagai salah satu kerajaan paling tua di wilayah Indonesia ti mur, selain Kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone. Kerajaan Gowa juga berperan besar dalam penyebaran Islam di wilayah Sulawesi. Wila yah kerajaan ini sekarang berada di ba wah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Pemimpin paling terkenal dari kerajaan ini bergelar Sultan Hasanuddin yang pernah mengobarkan Perang Makassar (1666- 1669) untuk melawan kezaliman VOC.