REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Universitas Soegijapranata Djoko Setijowarno menilai rentang waktu antara arus mudik dan balik tidak seimbang. Akibatnya terjadi kemacetan padat di tol Trans-Jawa.
Djoko menjelaskan, arus mudik yang diselenggarakan selama enam hari terbilang efektif. Namun, tidak demikian dengan arus balik. Arus balik hanya mendapatkan waktu selama tiga hari.
"Volume kendaraan antara mudik dan balik relatif sama. Kapasitas prasarana tidak bertambah, sehingga wajar jika pada saat arus balik terjadi ketersendatan," ujar Djoko saat dihubungi, Kamis (13/6).
Ke depannya, Djoko menyarankan, pemerintah turut melibatkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Sebab, Kemenpan-RB berperan dalam merencanakan masa libur pegawai aparatur sipil negara (ASN).
Djoko menerangkan cara pandang pemerintah terhadap keberhasilan angkutan Lebaran dilihat dari turunnya angka kecelakaan. Padahal, Djoko mengatakan, tahun lalu angka kecelakaan juga sudah turun dibanding tahun sebelumnya.
"Namun tahun ini, berdasar data terkini dari Korlantas Polri, ada penurunan 63 persen," ujarnya.
Meskipun demikian, pengendara tetap merasakan lamanya waktu perjalanan karena terjadi kemacetan. Selain itu, kurangnya tempat istirahat dan pelayanan (TIP) membuat pengendara memilih bahu jalan tol untuk beristirahat.
"Ini membahayakan mereka. Sebab ada kejadian kecelakaan saat mudik tahun ini ditabrak saat berganti pengemudi di bahu jalan tol," ucapnya
Djoko menegaskan, bahu jalan tol untuk digunakan untuk kondisi darurat bukan dijadikan tempat beristirahat. Dia meminta pemerintah memberikan pemahaman terhadap penggunaan jalan tol.
"Edukasi dan sosialisasi tentang penggunaan tol ke publik masih harus digencarkan lagi," ucapnya.