REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog menyatakan ketersediaan beras yang dimiliki perusahaan pelat merah tersebut sudah lebih dari cukup sehingga memicu wacana ekspor ke negara tetangga. Wacana ekspor itu dinilai kurang tepat sebab sangat rentan terhadap gejolak suplai di dalam negeri.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, beras yang ada di gudang Bulog lebih baik disimpan saja untuk menghadapi masa-masa paceklik maupun untuk mengantisipasi kenaikan permintaan yang terjadi akibat gagal panen.
“Gagal panen ini yang tidak kita inginkan pastinya, tapi untuk antisipasi, lebih baik berasnya jangan diekspor dulu,” kata Nailul saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/6).
Di sisi lain, dia mengatakan, beras yang disimpan Bulog juga dapat berfungsi untuk digunakan sebagai penyaluran bantuan terhadap korban bencana. Terlebih, kata dia, secara geografis Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi. Sehingga tak ayal, kata dia, bantuan-bantuan bahan pokok (bapok) seperti beras masih sangat dibutuhkan.
Menurut Nailul, beras merupakan komoditas utama bapok yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga apabila terjadi gejolak suplai di dalam negeri, hal itu diproyeksi bakal membuat gejolak ekonomi yang besar. Dia juga mengimbau kepada pemerintah untuk meningkatkan kapasitas gudang yang dimiliki Bulog. Sebab saat ini, menurut dia, kapasitas gudang Bulog belum seluruhnya diperbarui.
Sebelumnya, Direktur Pengadaan Perum Bulog Bachtiar mengatakan, target penyerapan beras Bulog tahun ini sebesar 1,8 juta ton. Sedangkan berdasarkan penuturannya pada beberapa waktu lalu, total beras Bulog yang disimpan berjumlah 2.050.000 ton yang berasal dari pengadaan tahun lalu serta pengadaan yang masih berlangsung sebesar 10 ribu-15 ribu ton per hari dari panen raya.
Ditemui terpisah, Kepala Divisi Regional Bulog Sulawesi Selatan dan Barat, Attar, mengatakan, saat ini berdasarkan informasi yang diketahuinya, total beras yang disimpan di gudang Bulog sudah berada di posisi 2,7 juta ton. Sedangkan besaran penyimpanan beras Bulog di Sulawesi Barat dan Selatan berjumlah 198 ribu ton. Jumlah tersebut diklaim dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dua provinsi itu yang rata-rata hanya 1.300 ton per bulan.
“Jadi kalau dibagi dari jumlah beras yang kami simpan, itu bisa mengamankan konsumsi dalam jangka panjang,” kata Attar.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengimbau kepada Bulog agar segera menyalurkan beras yang ada. Menurut dia, banyaknya beras yang ada di gudang Bulog patut diwaspadai dari sisi kualitasnya. Amran menyebut, penyaluran beras Bulog harus sesuai dengan mekanisme yang ada.
“Itu beras banyak, hati-hati. Segera salurkan, panggil pasar, salurkan dalam bentuk bantuan. Karena beras ini surplus,” kata Amran kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Dengan banyaknya stok beras yang dimiliki Bulog, Amran juga menyebut ada potensi ekspor beras Indonesia ke sejumlah negara. Saat ini, menurut dia, pemerintah tengah menggodok wacana ekspor beras ke sejumlah negara tetangga, salah satunya Malaysia.
“Kemarin Bernas Malaysia sudah berminat, tapi kita bicarakan dulu lebih jauh,” kata Amran.
Surplusnya produksi beras, kata Amran, tak lepas dari berbagai program yang tengah digenjot Kementerian Pertanian (Kementan). Dia menjelaskan, salah satu program peningkatan produktivitas beras dicapai melalui adanya program optimalisasi lahan rawa, di mana petani dapat menanam lahannya sebanyak 2-3 kali tanam per tahun.
Berdasarkan catatan Kementan, kinerja ekspor produk pertanian dalam kurun empat tahun terakhir, dinilai Amran, menuai hasil yang meyakinkan. Pada 2013, ekspor produk pertanian mencapai 33 juta ton dan meningkat menjadi 42 juta ton pada 2018.
Amran menilai, langkah ekspor memang dapat membawa keuntungan bagi Indonesia. Namun begitu yang terpenting, menurut dia, kebutuhan konsumsi dalam negeri harus terpenuhi terlebih dahulu. Sementara itu Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengaku belum menyusun langkah detail ekspor beras di tingkat kementerian.
“Wacana itu (ekspor) ada, tapi detailnya belum kami bicarakan,” kata Oke saat dihubungi Republika, Senin (17/6).