REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Dampak kemarau panjang mulai dirasakan masyarakat Kabupaten Gunungkidul. Turunnya curah hujan yang hingga kini terbilang masih sangat minim mengakibatkan kekeringan.
Aksi Cepat Tanggap (ACT) DIY telah menyiapkan serangkaian program di Gunungkidul. Utamanya, untuk turut membantu masyarakat terdampak kekeringan.
"Kita siapkan program droping air bersih untuk wilayah-wilayah Gunungkidul yang saat ini tengah mengalami kekeringan dan berpotensi krisis air bersih," ujar Winarno.
Ia menjelaskan, dropping akan menggunakan truk tangki berkapasitas 5.000 liter. Menurut Winarno, mereka akan berkeliling Kabupaten Gunungkidul untuk mendistribusikan air bersih bagi masyarakat.
Kepala Cabang ACT DIY, Bagus Suryanto menambahkan, program droping air bersih merupakan bentuk tanggap darurat untuk membantu menyediakan air bersih bagi masyarakat.
"Sedangkan, program jangka panjang untuk mengurai krisis air bersih di Kabupaten Gunungkidul berupa pembangunan sumur wakaf," kata Bagus.
Sumur wakaf sendiri merupakan program pembangunan sumur bor yang dikelola oleh Global Wakaf dan ACT. Sampai saat ini, jumlah sumur wakaf yang telah dibangun di sekitar DIY mencapai 18 titik.
"Baik dengan dropping air bersih maupun sumur wakaf, semoga ikhtiar kita semua dapat membantu puluhan ribu warga Gunungkidul yang kini terdampak kekeringan," ujar Bagus.
Catatan Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul, setidaknya 10 dari 18 kecamatan alami kekeringan. Semuanya berpotensi mengalami krisis air bersih tahun ini.
Mulai Kecamatan Purwosari, Tepus, Ngawen, Ponjong, Semin, Patuk, Semanu dan Kecamatan Paliyan. Rinciannya, sebanyak 50 desa dan kurang lebih 21.519 kepala keluarga.
Jika dirinci, jumlah warga terdampak mencapai 76.514 jiwa. Hasil pengecekan kondisi salah satu relawan MRI Kabupaten Gunungkidul, Winarno menyebutkan, kecamatan terdampak terparah ada di selatan.
Yakni, Kecamatan Girisubo, Rongkop, Tepus, Tanjungsari, Panggang dan Kecamatan Saptosari. Winarno menuturkan, kebanyakan sumur galian warga sudah mengering.
"Warga mengandalkan PAM desa yang debitnya kadang tidak mencukupi untuk keperluan satu desa," kata Winarno, Senin (17/6) lalu.
Selain itu, warga yang rumahnya belum tersentuh PAM memanfaatkan air telaga untuk keperluan sehari-hari atau menyiapkan bak-bak penampungan. Sebagian sudah membeli air bahkan sejak Januari.