REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Global Zakat-ACT telah memberikan tanda penghargaan kepada atlet veteran Indonesia di daerah Serpong, Tangerang Selatan. Penghargaan berupa bantuan dana ini merupakan program lanjutan tahap kedua kerjasama Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Kitabisa.com dan Grab Indonesia yang pertama kali diberikan pada bulan April lalu.
Program ‘Penghargaan Atlet Veteran tahun 2019’ bertujuan untuk menghargai perjuangan para atlet veteran yang telah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Bagi Pascal Wilmar, voli sudah menjadi bagian hidupnya. Ia memulai karir sebagai atlet voli di umur 17 tahun.
Awalnya Pascal berlatih di Akademi Maluku hingga akhirnya bisa menembus Universiade, olimpiade untuk mahasiswa dari seluruh dunia, pada tahun 1991 di Inggris dan 1993 di Amerika Serikat. Pengalaman paling berkesannya adalah menyumbang emas untuk tanah air pada SEA Games yang diselenggarakan tahun 1993 di Singapura.
Atas berbagai pengalaman yang ada, setelah pensiun dari dunia voli ia bertekad untuk membina Klub Maluku tanpa dibayar. Dia merasa bisa menjadi pemain karena latihan yang mereka berikan.
"Jadi dari situ, akhirnya saya punya niat, bahwa saya tidak mau dibayar tapi saya bantu anak-anak [red: Klub Maluku] ini. Walaupun mereka tidak menjadi pemain nasional, kalau mereka bisa bermain bagus, setidaknya bisa masuk SMA dan kuliah dengan jalur prestasi, misalnya,” ucap Pascal kepada tim Global Zakat-ACT.
Banyaknya fenomena veteran yang hidup sulit pascapensiun membuat Pascal melihat masalah ini dari perspektif lain. Ia menilai perlu adanya pembinaan dan pendidikan di samping menjadi atlet semata. Oleh karenanya, kini sembari melatih ia terus membina dan memotivasi para pemainnya untuk melanjutkan pendidikan juga.
“Kita boleh saja olahraga, tapi lebih baik kalau dua-duanya bisa berjalan karena ada sekolah yang bisa beri kita dispensasi untuk hal seperti itu. Ada beasiswa, ambil karena masa depan tergantung dari diri kita juga,” ujar Pascal.
Setelah pensiun, Pascal sempat menduduki posisi Project Manager di sebuah perusahaan teknologi. Namun ia memilih kembali ke dunia voli karena baginya voli adalah passionnya.
“Saya coba jadi pelatih selama dua minggu kemudian kok lebih dapat feel-nya, dapat passion-nya. Ya sudah, resign. Padahal dalam hati bertanya sendiri, kok saya bisa nekat sekali? Tapi ya sudah, dari voli saja saya bisa hidup. Hal ini karena saya menjalaninya dengan kenikmatan, dengan keikhlasan,” kata Pascal.
Di sisi lain, Pascal Wilmar menambahkan keprihatinan pada kehidupan atlet veteran lainnya. “Mungkin memang kalau di sini [red: kota besar] cukup, tetapi kita tahu sendiri di luar daerah juga banyak mantan atlet nasional yang prasejahtera. Di sini mereka bisa hidup cukup, tetpi begitu mereka pulang kampung agak susah mencari pekerjaan baru," katanya.
Dayani, tim program ACT turut mengamini harapan Pascal. Dia berharap lebih banyak lagi perusahaan yang bekerjasama dengan ACT dan dapat terus memberikan penghargaan kepada para mantan atlet.