Jumat 05 Jul 2019 16:42 WIB

Makna Integritas

Orang dengan integritas tinggi menghindari sifat munafik

Ilustrasi Mencari Pemimpin Umat
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi Mencari Pemimpin Umat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Ilyas Ismail

Integritas merupakan salah satu faktor kepemimpinan yang amat penting. Integritas itu sendiri mengandung arti kepaduan dan keutuhan pribadi. Orang yang memiliki integritas adalah orang yang pada dirinya berpadu dan bersatu antara kata dan perbuatan. Bagi seorang pemimpin atau calon pemimpin, integritas merupakan suatu keharusan. Sebab, inti dari kepemimpinan itu, menurut para pakar, adalah pengaruh dan kepercayaan dari rakyat. Sementara kedua hal penting ini tidak akan pernah dicapai tanpa integritas.

Baca Juga

Di dalam integritas itu, menurut tokoh pergerakan Mesir kontemporer, Sayyid Quthub, terkandung makna kejujuran (al-shidq) dan konsistensi (istiqamah) dalam memperjuangkan kebenaran. Kedua makna atau sifat ini, menurut Quthub, merupakan watak dasar dari kepribadian seorang Muslim.

Menurutnya, orang yang memiliki integritas adalah orang yang dimensi batinnya sama dengan dimensi lahirnya dan laku perbuatannya sama dengan omongannya (Fi Zhilal al-Qur'an, hlm 3553).

Ini berarti orang yang ingin memiliki integritas tinggi harus menjauhkan diri dari unsur hipokritas dan kemunafikan. Tampaknya, demi integritas ini, Allah SWT mengingatkan kaum Muslim agar sekali-kali mereka tidak mengidap penyakit nifak.

Firman-Nya, ''Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.'' (QS Shaff, 2-3).

Rasulullah saw sendiri memberi perhatian besar menyangkut integritas ini. Dalam suatu riwayat disebutkan, Nabi melihat seorang bocah sedang asyik bermain bersama teman-temannya.

Tiba-tiba ibunya memanggil bocah itu, akan memberinya sesuatu. Kepada sang ibu, Nabi bertanya, ''Apa yang hendak kamu berikan kepadanya?''

''Kurma,'' jawab sang ibu.

Lalu Nabi berkata, ''Sekiranya kamu tidak sungguh-sungguh memberinya kurma, maka sungguh Allah SWT telah mencatat dirimu sebagai orang yang dusta.'' (HR Ahmad).

Belajar dari hadis ini, Imam Ahmad menolak dan tidak bersedia menerima riwayat hadis dari seorang yang ketahuan telah membohongi keledai, tunggangannya. Beliau kehilangan respek dan kepercayaannya kepada orang yang bohong, meski hanya kepada binatang.

Bagi para pemimpin, tokoh masyarakat, dan elite kekuasaan, integritas merupakan syarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar. Sebab, bilamana mereka tidak memiliki integritas, maka akan timbul bencana dan petaka yang amat besar di tengah-tengah masyarakat. Bencana itu, menurut Sayyid Quthub, adalah hilangnya kepercayaan masyarakat.

Hilangnya kepercayaan ini timbul ketika masyarakat sering melihat dan mendengar kata-kata yang amat indah dari mulut para pemimpin, namun dalam waktu yang sama mereka menyaksikan pula perilaku dan perbuatan tercela dari para pemimpin itu. Sejak itu, lanjut Quthub, mereka tidak akan pernah mempercayai lagi para pemimpin mereka.

Tanpa integritas, kata-kata para pemimpin itu, meski begitu indah, tidak akan ada pengaruh apa-apa. Bahkan, tidak seorang pun dapat mempercayai omongan mereka, kecuali mereka mampu membuktikan diri menjadi terjemah hidup terhadap apa yang mereka katakan dan mewujudkannya dalam kehidupan nyata.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement