REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2019 mengalami surplus 200 juta dolar AS, total neraca dagang sepanjang semester I (Januari-Juni) 2019 tetap mengalami defisit sebesar 1,93 miliar dolar AS. Defisit perdagangan tersebut bahkan lebih besar daripada kondisi defisit semester I 2018 yang sebesar 1,20 miliar dolar AS.
Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan, perdagangan migas sepanjang semester I 2019 tercatat defisit hingga 4,78 miliar dolar AS. Kondisi itu lantaran impor migas yang menembus 10,89 miliar dolar AS sementara ekspor migas hanya 6,11 miliar dolar AS.
Secara khusus, impor migas yang besar itu terdiri dari impor minyak mentah 2,67 miliar dolar AS, impor hasil minyak 6,88 miliar dolar AS, serta impor gas 1,3 miliar dolar AS.
Meski demikian, BPS menyatakan, impor migas pada semester I 2019 masih lebih rendah dibanding semester I 2018 yang sempat menembus 14,06 miliar dolar AS. Karena itu, defisit dalam perdagangan migas semester I 2019 ini lebih rendah dibanding defisit migas pada semester I 2018 yang menembus 5,61 miliar dolar AS.
"Memang secara umum, neraca perdagangan (semester I) masih defisit. Tapi, khusus defisit migas kita mengecil dibanding semester I 2018," ujar Suhariyanto.
Sementara itu, dari sisi perdagangan nonmigas tercatat surplus 2,84 miliar dolar AS. Surplus itu disebabkan karena ekspor nonmigas semester I 2019 berhasil mencapai angka 74,21 miliar dolar AS sedangkan impor nonmigas hanya 71,36 milar dolar AS.
Kendati demikian, capaian surplus pada sektor nonmigas tetap tidak mampu mengimbangi besarnya defisit migas. Di sisi lain, surplus nonmigas tersebut juga jauh lebih kecil daripada surplus nonmigas pada semester I 2018 yang mencapai 4,42 miliar dolar AS.
Karena itu, Suhariyanto mengatakan, diharapkan kinerja perdagangan Indonesia di paruh kedua 2019 dapat membaik dan mencatatkan surplus. Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif nantinya bisa menghasilkan angka surplus.