Kamis 25 Jul 2019 18:17 WIB

Khofifah Inginkan Single Data Produksi dan Kebutuhan Garam

Referensi dari data akan menjadi dasar tindakan impor sehingga menghindari rembesan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen garam perdana pada musim olah tahun 2019 di lahan garam Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani memanen garam perdana pada musim olah tahun 2019 di lahan garam Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menuturkan, kebutuhan industri garam daerah maupun nasional saat ini adalah satu data atau single data. Termasuk seberapa besar produksi garam dalam negeri, kuantitas yang memenuhi aspek industri dan kebutuhan dari industri itu sendiri.

Khofifah menjelaskan, referensi data dari satu data akan dijadikan sebagai dasar tindakan impor sehingga dapat menghindari rembesan ke pasar. Data ini juga dapat mencegah ketersediaan yang terlalu banyak sehingga garam rakyat tidak terserap. 

Baca Juga

"Makanya, kami butuh single data itu," katanya ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/7). 

Menurut Khofifah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui dinas kelautan sebenarnya sudah memiliki data mengenai produksi garam. Hanya saja, ia tidak dapat menyebutkan besarannya karena menunggu sinkronisasi dalam rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinasi Bidang Maritim. 

Khofifah mengatakan, keinginan single data bukan semata muncul dari pemerintah daerah. Para petani garam juga menyampaikannya, termasuk saat berbagai pemangku kepentingan melakukan rapat koordinasi di Sampang, Jawa timur.

Ke depannya, Khofifah berharap, kebijakan satu data dapat membantu pemerintah pusat menetapkan impor yang berjalan seiring dengan tata cara menghitung produksi garam rakyat. Sebab, petani garam sebenarnya sudah memiliki perhitungan sendiri, termasuk Harga Pokok Penjualan (HPP).

Khofifah menggambarkan, sekitar 80 persen industri garam rakyat Jawa Timur, terutama Madura, sudah memanfaatkan teknologi geomembran. Dampaknya, garam tersebut sudah relatif bersih dengan kandungan NaCl 60 persennya di atas 97 persen. "Kalau sudah di tingkat itu, berarti telah masuk kualifikasi garam industri," tuturnya. 

Selain single data, Khofifah meminta agar pemerintah pusat memutuskan apakah PT Garam (Persero) dapat ditetapkan sebagai penyedia buffer stock garam nasional. Apabila jadi ditetapkan, PT Garam juga memiliki kewajiban menyerap produksi garam sesuai dengan penugasan dari pemerintah. 

Penyerapan dilakukan agar tidak terjadi ketersediaan yang berlebih terutama saat panen raya garam pada Agustus dan September. "Kalau petani padi dapat subsidi pupuk, mereka (petani garam) ingin hasil panen mereka diserap sekian," ujar Khofifah.

Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menilai, pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk membenahi permasalahan komoditas garam mulai dari hulu. Salah satunya dengan meningkatkan keterampilan produksi para petani garam.

Hal ini dimaksudkan agar garam produksi petani juga dapat digunakan untuk kebutuhan industri. Sebab, selama ini kebutuhan garam industri kebanyakan masih dipenuhi melalui impor. "Selain itu, harga garam lokal juga relatif lebih mahal daripada garam impor," kata Galuh melalui siaran pers, Senin (22/7).

Peningkatan keterampilan petani garam dapat dilakukan melalui pengenalan teknologi bercocok tanam secara teori maupun praktek. Selain itu, pelibatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta membuka kesempatan kepada para petani untuk belajar langsung ke negara-negara produsen garam besar di dunia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement