Jumat 26 Jul 2019 07:00 WIB

Strategi Jaga Inflasi Nasional

Bank Indonesia menargetkan inflasi nasional 2019 sebesar 3,5 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan sambutan saat Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2019 di Jakarta, Kamis (25/7).
Foto: Republika/Prayogi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan sambutan saat Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2019 di Jakarta, Kamis (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia yang telah terbangun dengan baik perlu terus diperkuat. Terutama untuk mendukung pencapaian inflasi 2019, 2020, dan 2021 masing-masing sebesar 3,5 persen, 3 persen, dan 3 persen dengan tingkat deviasi ± 1 persen. Demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi (25/9).

Rakornas tersebut juga membahas tiga strategi kebijakan untuk mencapai inflasi nasional dalam kisaran target, yaitu sinergi, inovasi program serta pemanfaatan teknologi informasi secara terintegrasi.

photo
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri) berjabat tangan dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution (ketiga kanan) disaksikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri), Menhub Budi Karya Sumadi (Kedua kanan), dan Menkominfo Rudiantara (kanan) saat Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2019 di Jakarta, Kamis (25/7).

Tiga strategi kebijakan untuk mendukung pengendalian inflasi ke depan

Pertama, sinergi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam melanjutkan dan mempercepat pembangunan infrastruktur pertanian dan pendukungnya. "Terutama di luar Jawa," katanya.

Perry menuturkan, sinergitas sudah dilakukan oleh TPID dan TPIP selama lima tahun terakhir yang menjadi kunci dalam pengendalian inflasi. Dampaknya, inflasi mampu dikendalikan dalam tingkat rendah, yakni sekitar 3–3,5 ± 1 persen.

Perry mengatakan, sinergitas ditunjukkan melalui program 4K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.

Kedua, meningkatkan inovasi program pengendalian inflasi antara lain melalui pengembangan model kerja sama perdagangan antardaerah yang mengoptimalkan kelembagaan ekonomi dari tingkat desa di daerah. Berbagai model bisnis telah dikembangkan dengan dengan mengoptimalkan lembaga ekonomi di pedesaan maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). 

“Berbagai model bisnis tersebut dapat direplikasi untuk menjaga kesinambungan produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah,” tuturnya.

Ketiga, memperluas pemanfaatan teknologi informasi secara terintegrasi guna mendorong peningkatan produksi pertanian dan perluasan akses pasar bagi petani. Perry mengatakan, dalam pengendalian inflasi di berbagai daerah, sudah terjadi inovasi dalam penggunaan teknologi digital. Baik itu terkait produksi, distribusi maupun juga dalam pemasaran.

Inovasi penggunaan informasi dan teknologi (IT) di berbagai daerah diharapkan Perry dapat dilakukan tidak hanya oleh satu daerah. Provinsi maupun kabupaten/kota lain dapat mereplikasi, sehingga bisa menjadi inovasi berskala nasional.

"Ini yang menjadi kunci eksekusi pengendalian inflasi ke depan," tuturnya.

Dengan inovasi di IT, Perry berharap mata rantai yang terlalu panjang dari petani hingga konsumen dapat dipendekkan. Dengan begitu, manfaat nilai tambah akan lebih banyak dirasakan ke petani, tidak hanya pedagang ataupun masyarakat sebagai end user.

Ke depan, Perry menuturkan, BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk mengarahkan ekspektasi inflasi sesuai sasaran, dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Kebijakan tersebut termasuk melalui pengembangan sejumlah klaster pangan di daerah secara terintegrasi. BI meyakini inflasi tetap rendah dan terkendali dalam sasaran inflasi yang makin rendah pada kisaran 3,0±1 persen di 2020-2021.

BI juga sudah mulai menurunkan suku bunga untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Perry menyebutkan, masih terbuka ruang untuk kebijakan moneter yang akomodatif seiring dengan tingkat inflasi yang rendah dan kebutuhan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi.

Rakornas Pengendalian Inflasi diselenggarakan bersama oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan dengan tema 'Sinergi dan Inovasi Pengendalian Inflasi untuk Penguatan Ekonomi yang Inklusif'. Tema tersebut diangkat sebagai bentuk kelanjutan kebijakan reformasi struktural dalam meningkatkan kapasitas perekonomian dan mendukung pengendalian inflasi.

Rakornas turut dihadiri oleh para Menteri dan pimpinan lembaga terkait, serta 542 Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dari 34 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Pada Rakornas kali ini, Kalla juga menyerahkan penghargaan TPID Terbaik dan TPID Berprestasi kepada daerah-daerah dengan kinerja terbaik di tahun 2018.

Penghargaan akan diberikan pada tiga kategori, yakni TPID terbaik tingkat provinsi, TPID terbaik tingkat kabupaten/kota, dan TPID berprestasi kabupaten/kota. Untuk TPID terbaik 2018 tingkat provinsi diberikan kepada Bengkulu, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Barat.

Sementara itu, TPID terbaik 2018 tingkat kabupaten/kota diberikan pada Kota Tanjung Pinang, Kota Kediri, Kota Samarinda, Kota Palopo, dan Kota Mataram. Penghargaan TPID berprestasi 2018 tingkat kabupaten/kota diberikan kepada Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Badung, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Pohuwato, dan Kabupaten Lombok Barat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement