REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Kementan menyelenggarakan Seminar Wisata Agro, Workshop Pedoman Teknis Perbenihan Jeruk dan Bimbingan Teknis (bimtek) Teknologi Inovatif Jeruk dan Buah Sub Tropika. Dalam kegiatan itu, Kementan menegaskan komitmennya untuk mengembangkan budidaya jeruk.
Adapun bimtek yang diberikan oleh para narasumber tidak hanya seputar komoditas jeruk saja, termasuk stroberi, teknik kultur jaringan apel, teknologi induksi pembungaan lengkeng, teknologi pengendalian OPT pada jeruk yang ramah lingkungan, serta cara perbanyakan agensia hayati pengendali hama dan penyakit jeruk.
Salah satu rangkaian kegiatan tersebut adalah Workshop Penerapan Regulasi Baru Perbenihan Jeruk Bebas Penyakit dan Implikasinya.
"Workshop ini hasil kerja sama antara Ditjen Hortikultura dan Balitjestro yang sudah ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) Jeruk yang selalu menghasilkan inovasi baru dalam perbenihan. Selain workshop juga dilakukan kunjungan lapang ke instalasi perbenihan yang dimiliki oleh Balitjestro,” ujar Kepala Balitjestro, Mohammad Cholid.
Seminar Wisata Agro, Workshop Pedoman Teknis Perbenihan Jeruk dan Bimbingan Teknis (bimtek) Teknologi Inovatif Jeruk dan Buah Sub Tropika.
Dalam rancangan pengembangan kebijakan perbenihan 2020 - 2024, setidaknya ada delapan komoditas buah-buahan yang akan menjadi fokus pengembangannya secara masif dan komersial. Di antaranya manggis, mangga, pisang, kelengkeng, durian, salak dan nenas.
Jeruk tetap menjadi prioritas pengembangan buah nasional. Porsi komoditas jeruk ini 27 persen dibanding jenis buah lainnya. “Hal ini bertujuan mewujudkan kemandirian produksi nasional melalui usaha substitusi impor,” ujar Direktur Perbenihan Hortikultura, Sukarman.
Dirinya menambahkan, saat ini luas panen jeruk di Indonesia mencapai 46.921,8 hektare dengan hasil produksi mencapai 2.510.419,7 ton (BPS, 2018). Berdasarkan data produksi jeruk tersebut, mencapai 2,5 juta ton pada 2018, atau meningkat lebih dari 56 persen jika dibandingkan 2012 dengan besaran mencapai 1,6 juta ton. Sebagian besar produksi jeruk didominasi jeruk siam, selanjutnya diikuti dengan jenis jeruk lainnya.
Selanjutnya, Sukarman mengatakan Indonesia masih impor jeruk walau dalam jumlah terbatas dibandingkan total produksi dalam negeri. Sebagian besar jeruk impor didominasi jeruk warna oranye di antaranya Murcot, Clementine, Kino, Ponkan, Mandarin, Valencia Neval dan lain-lain.
Pengembangan
Jeruk dan komoditas hortikultura lainnya.
Seiring dengan usaha substitusi impor, upaya pengembangan jeruk berkarakter mirip dengan impor juga terus dikembangkan. Beberapa varietas layak dikembangkan untuk substitusi impor diantaranya varitas Jeruk Keprok Rimau Gerga Lebong (Bengkulu), Jeruk Keprok Batu 55 (Malang), Jeruk Siompu (Sulawesi Tenggara), Jeruk Keprok Soe (Nusa Tenggara Timur), Jeruk Siem Karo dan Jeruk Siem Kintamani.
“Salah satu tantangan di hadapan kita adalah bagaimana sektor perbenihan dapat tumbuh dan memberi fondasi yang kuat untuk menopang pengembangan pertanian di Indonesia. Hal ini tak terkecuali dengan perbenihan di komoditas jeruk. Kita mengetahui bahwa perbenihan jeruk di Indonesia sebenarnya selangkah lebih maju dibanding benih tanaman komoditas buah lainnya. Sistem dan alur produksi benih jeruk di Indonesia sudah lebih berpola," papar Sukarman.
Kasubdit Produksi dan kelembagaan Benih Hortikultura, Dessi Rahmaniar menyadari bahwa saat ini sistem produksi benih jeruk juga masih rentan dan dihadapkan dengan berbagai tantangan atau tuntutan kebutuhan dinamika pada masyarakat dan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Hal-hal tersebut di antaranya menyangkut sistem produksi benih, sertifikasi benih, pengawasan peredaran benih jeruk hingga aspek penggunaan benih yang lebih spesifik lokasi,” ucap Dessi.
Lanjutnya, menyikapi hal tersebut, pada 2019 ini Direktorat Perbenihan Hortikultura menginsiasi dibuatkannya payung hukum berupa Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) NO. 04/Kpts/SR.130/D/6/2019 tentang Produksi Benih Jeruk. Kepmentan ini merupakan produk regulasi yang pertama untuk mengatur aspek mengenai produksi benih untuk komoditas tanaman buah. Hal serupa sebelumnya masih terpusat pada komoditas sayuran seperti bawang merah, bawang putih dan kentang.
Setidaknya ada dua hal yang diharapkan dengan adanya regulasi ini, yaitu memberikan kepastian hukum bagi produsen atau penangkar benih jeruk terkait produksi entres dan atau tanaman hasil okulasi. Selanjutnya memberikan panduan yang lebih jelas dan sistematis mengenai tahapan dan mekanisme produksi benih jeruk pada rantai produksi jeruk sehingga dapat memastikan produksi benih jeruk yang dihasilkan bermutu dan bebas dari penyakit.
"Harapan lebih jauh kami dengan hadirnya produk legislasi ini adalah mampu merubah wajah industi perbenihan jeruk Indonesia ke depan yang lebih modern, unggul dan berdaya saing," ujar Kasie Produksi Benih, Langgeng Muhono.