REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan, dunia sudah mengalami perubahan dengan kecepatan luar biasa. Hal itu menghasilkan gejolak, ketidakpastian, kerumitan, dan ambiguitas dalam kehidupan.
Terlebih, dalam era post-truth yang memungkinkan tiap pihak untuk mengklaim opininya sebagai kebenaran. Namun, tanpa peduli dampaknya secara luas yang bisa saja menjadi sebuah bias atau malah hoaks.
Ia merasa, kaum intelektual harus bisa menjadi penengah yang dapat memberikan panduan dan solusi atas polemik yang terjadi. Haedar menilai, posisi guru-guru besar Muhammadiyah makin penting.
"Guru besar Muhammadiyah perlu menjadi rambu yang dapat mengarahkan kepada kebenaran dan kebaikan," kata Haedar di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahad (28/7) lalu.
Ia menekankan, jangan sampai intelektual terbawa dengan pola pikir pendek yang marak saat ini. Apalagi, sampai kehilangan perspektifnya dalam memandang luasnya isu dan masalah yang terjadi.
"Anda harus bisa mencegah masyarakat jatuh dalam taklid (mengekor) buta dan memberikan solusi yang lebih baik dan bermanfaat," ujar Haedar.
Haedar mengingatkan, ini merupakan salah satu alasan muktamar yang diadakan setiap tahun selalu berusaha mengatasi isu-isu strategis yang terjadi di masyarakat. Tidak cuma ajang menonjolkan kehebatan.
"Bukan untuk keren-kerenan, tapi demi memberikan jalan keluar yang sesuai dengan nilai Islam yang berkemajuan," kata Haedar.