REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Dua penembakkan massal yang menimpa warga Amerika Serikat (AS) terjadi dalam kurun waktu 24 jam, Sabtu (3/8), dan Ahad (4/8). Pertama penembakkan terjadi di El Paso, Texas, yang menewaskan 20 orang, dan penembakkan kedua terjadi di Dayton, Ohio, yang menewaskan 10 orang termasuk sang pelaku.
Jika dicatat, pada 2019 telah terjadi 22 penembakkan massal di AS dengan total warga terbunuh mencapai 126 orang. Di kota perbatasan Texas, El Paso, seorang pria yang diidentifikasikan bernama Patrick Crusius (21 tahun) memegang senjata laras panjang dan melepaskan tembakan di area perbelanjaan yang dipenuhi ribuan orang selama musim sekolah yang sibuk.
Pihak kepolisian El Paso mengatakan, pihaknya tengah menyelidiki indikasi kejahatan rasial. Kepala Polisi El Paso Greg Allen mengatakan pada konferensi pers yang sama bahwa sebuah manifesto yang mungkin berasal dari tersangka mengindikasikan bahwa pelaku memiliki hubungan dengan kejahatan rasial.
"Saat ini kami harus memvalidasi untuk kepastian bahwa ini adalah manifesto dari individu ini," katanya.
Lokasi penembakan di Texas (AP Photo)
Beberapa jam kemudian di Dayton, Ohio, seorang pria bersenjata mengenakan pelindung tubuh dan membawa majalah tambahan melepaskan tembakan di daerah club malam yang populer. Akibatnya sembilan pengunjung terbunuh dan melukai sedikitnya 26 orang. Penembak diduga ditembak mati oleh petugas.
Kedua serangan itu terjadi kurang dari sepekan setelah seorang pria bersenjata berusia 19 tahun menewaskan tiga orang dan melukai 13 lainnya di Festival Bawang Putih Gilroy yang populer di Kalifornia. Pelaku sendiri tewas karena menembakkan diri.