Jumat 06 Sep 2019 18:50 WIB

BI: Arus Modal Dana Asing Terganggu pada Agustus

Dua kendala yang membuat dana asing tersendat ialah suku bunga AS.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Wartawan mengambil gambar layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Wartawan mengambil gambar layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (6/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mencatat cadangan devisa pada akhir Agustus 2019 sebesar 126,4 miliar dolar AS. Pertumbuhan cadangan devisa meningkat 500 juta dolar AS dibandingkan periode Juli 2019 sebesar 124,9 miliar dolar AS.

Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti naiknya cadangan devisa tidak terlalu signifikan. Sebab, arus modal dana asing atau inflow dari investasi pasar modal dan obligasi sedikit terganggu pada Agustus lalu.

Baca Juga

"Kita mesti melihat juga pola yang terjadi. Memang kemarin naiknya juga tidak besar banget. Karena memang kita lihat sumbernya tergantung, sumbernya dari inflow. Portfolio di Agustus agak tersendat, lalu musim pembayaran bunga sudah lewat, biasanya di Juni dan Juli," ujarnya saat acara Diskusi Panel Perekonomian dan Arah Kebijakan Sistem Pembayaran Indonesia di Museum Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (6/9).

Destry menyebut masih ada dua kendala yang memungkinkan dana asing agak tersendat hingga akhir tahun ini. Pertama, suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS).

"Kalau sesuai expect market, market juga reaksi mereka akan positif," ucapnya.

Kedua adanya potensi Cina yang akan menarik dana investor global. Sebab Global index compiler MSCI menaikan dua kali lipat bobot investasi di China.

"Ada masuknya Cina ke dalam global index, sehingga Cina juga menjadi salah satu sasaran investasi portofolio bagi beberapa investor besar," ucapnya.

Kendati demikian, Destry menyakini cadangan devisa itu masih pada level yang aman. Setidaknya, angka cadangan devisa pada Agustus setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

"Kalau melihat prospek ke depan dengan kondisi global seperti sekarang, inflow kita masih bisa expect. Tapi memang mungkin tidak akan sederas enam bulan pertama. Kita tidak mungkin sampai ke sana," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement