Senin 23 Sep 2019 12:37 WIB

Konsep Tasawuf: Tuhan Ada di Mana-Mana Kita Berada

Tasawuf mengajarkan kehadiran Tuhan di manapun berada.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Muslim menggelar zikir bersama (ilustrasi).
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Umat Muslim menggelar zikir bersama (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Alquran diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman bagi seluruh umat manusia, khususnya umat Islam. Salah satu Firman Allah yang paling disukai Prof Robert Frager atau dikenal dengan Syekh Ragip Frager adalah surah al-Baqarah ayat 115 yang artinya: “Dan kepunyaan Allah Timur dan Barat. Maka, ke manapun kamu menghadap, di situlah wajah Tuhan."

Menurut Syekh Ragip, dalam karyanya berjudul  Sufi Talks: Teaching of an American Sufi Sheikh, yang diterjemahkan dalam Obrolan Sufi untuk Transformasi Hati, Jiwa dan Ruh.

Baca Juga

Tuhan ada dan hadir di mana-mana, di sekeliling kita, dan juga dalam diri kita. Sorang guru sufi, Fakhruddin Iraqi juga berkomentar bahwa semua makhluk mencerminkan kehadiran Tuhan yang tak terbatas. “Ke mana pun kita berpaling, di situ terdapat cermin Tuhan,” tulis Syekh Ragip.

Dia menuturkan, semua ciptaan Tuhan itu berharga karena masing-masing cermin menunjukkan pantulan Tuhan yang berbeda-beda yang jumlahya tidak terbatas. Menurut dia, kita dapat melihat banyak pantulan dalam sebuah ruangan yang dipenuhi cermin karena penempatan setiap cermin berbeda-beda.

Menurut Syekh Ragip, seperti itulah keadaan semua ciptaan Allah. Hanya ada satu realitas, satu Tuhan, tetapi kita melihat bayak pantulan yang berbeda-beda , aspek-aspek yang berbeda dari realitas itu. Hal ini mirip dengan konsep tasawuf Ibnu Arabi, ulama yang dikenal sebagai pemikir tasawuf yang mengajarkan wahdatul wujud (kesatuan wujud).

Dalam konsep wahdatul wujud, Ibu Arabi menyatakan bahwa wujud sejati itu sesungguhnya hanya satu yaitu Allah. Sedangkan alam ini adalah sekadar dari manifestasi (tajalliyat) dari wujud yang sejati itu. Hubungan Tuhan dengan alam digambarkan lewat wajah dengan gambar, wajah itu muncul dari sejumlah cermin.

Kemudian, dalam bab delapan penulis juga mengisahkan kisah-kisah dan legenda-legenda tentang Ibrahim bin Adham, salah seorang wali sufi besar, yang meninggalkan takhtanya sebagai raja untuk menjadi darwis. Penulis mengaku sangat menyukai wali sufi yang satu ini, begitu juga guru-gurunya.

Syekh Ragip membahas beberapa dasar praktik tasawuf, khususnya tentang adab, pengabdian, dan kemurahan hati. Sebagai sufi, menurut penulis, amal-amal ruhani yang kita lakukan merupakan bagian integral kehidupan kita sehari-hari.

“Idealnya, semua bentuk hubungan manusia merupakan kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada seluruh makhluk dan juga pengingat akan kehadiran Tuhan,” ungkap Syekh Ragip Frager.

Dia mengatakan, ada dua target yang berusaha diraih para salik di jalan tasawuf. Pertama adalah pengembangan cinta dan keimanan dan yang kedua adalah pelemahan nafsu yang narsistik. Kedua target itu terus diperjuangkan para salik dengan cara mengamalkan praktik dan laku tasawuf seperti yang diajarkan para mursyid.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement