REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdapat sebuah nilai dalam agama Islam yang begitu luhur dan amat indah bila dilaksanakan. Nilai itu adalah bentuk optimisme sublim, penarikan energi kuasa Ilahi dalam tindak laku perbuatan.Nilai dan konsep itu dikenal sebagai tawakal.
Menurut Imam Ahmad, tawakal adalah perbuatan hati, bukan amalan lisan ataupun anggota tubuh lainnya, dan juga tidak disebut sebagai pengetahuan ataupun anggapan seseorang. Maka, tawakal mengisi ruang-ruang hati, saat seorang Muslim tengah berusaha menyelesaikan amalnya hingga ia berada dalam koridor agama selama ia menyempurnakan kegiatannya.
Banyak orang yang menduga bahwa tawakal berdampak negatif dalam optimalisasi etos kerja, sebab dengan tawakal banyak didapati penganut agama yang diam berpangku tangan. Namun, sebenarnya tidaklah demikian.Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah SAW pernah mengingatkan seorang sahabatnya yang lupa mengikatkan untanya saat masuk ke masjid. Ketika diingatkan untuk mengikatkannya, orang itu berkata bahwa ia bertawakal kepada Allah Sang Maha Pemelihara dan ia yakin untanya tidak akan lari. Namun, Rasulullah SAW lalu menyerukan, ''Ikatlah untamu terlebih dahulu dan bertawakallah!''
Itu karenanya, tawakal adalah urusan hati kepada Allah SWT, sedangkan amal perbuatan tidak pernah boleh untuk ditinggalkan. Sebab, itu Sahal bin Abdullah berkata, ''Barang siapa yang berusaha, berarti ia mengikuti sunah. Dan barang siapa yang bertawakal, berarti ia menjalankan imannya.''Dalam memahami nilai tawakal, tersebut dalam kitab Al Jami' li Syuabil Iman bahwa Hatim Al-Asham pernah ditanya, ''Apa saja dasar pemikiranmu tentang tawakal?''
Ia menjawab, ''Dasar pemikiranku ada empat, yaitu rezekiku tidak akan dimakan orang lain, maka aku tidak begitu resah. Amalku tidak akan dikerjakan orang lain, karena akulah yang mengerjakannya. Kematian akan datang kepadaku secara tiba-tiba, maka aku harus segera mempersiapkan kebutuhannya, dan yang keempat, aku sadar bahwa diriku ini berada dalam pengawasan Allah, maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya.''
Inti dari ajaran nilai tawakal pada tataran sebenarnya adalah mengajak serta Allah dalam setiap laku perbuatan. Maka, saat manusia menyertakan Tuhan Sang Maha Kuasa dalam aktivitas yang ia lakukan itu berarti ia telah menggunakan sumber energi yang tiada terbatas. Inilah makna pesan ilahi yang termaktub dalam Alquran, ''Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.'' (QS Ali Imran [3]: 159). Wallahu a'lam bish-shawab.