Jumat 27 Sep 2019 19:47 WIB

Pelaku Usaha Merasa Terancam dengan Impor Barang via Jastip

Aprindo tidak mempermasalahkan jika pelaku bisnis jastip memakai metode yang baik.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolanda
Fenomena bisnis jasa titip (jastip).
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Fenomena bisnis jasa titip (jastip).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pelaku usaha yang berada dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku terganggu dengan kehadiran usaha jasa titipan (jastip) barang impor. Pasalnya, pelaku usaha jastip tidak mengeluarkan biaya seperti pajak sebagaimana yang mereka lakukan.

Atas dasar itu, baik Apindo maupun Aprindo meminta pemerintah melakukan tindakan tegas kepada para pelaku usaha jastip yang tidak mengikuti ketentuan usaha. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menberikan apresiasi kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang terus melakukan pengawasan hingga penindakan. 

Baca Juga

"Kami apresiasi sekali, yang selama ini kami khawatirkan, sudah dilakukan penindakan oleh Bea Cukai," ujar Tutum saat jumpa pers tentang kegiatan penertiban impor barang bawaan penumpang jasa titip (jastip) di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (27/9).

Tutum menjelaskan banyak anggota Aprindo yang mengeluhkan kehadiran bisnis jastip yang dinilai mengancam usaha mereka. Kata Tutum, usaha-usaha yang dilakukan anggota Aprindo telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah, baik dari izin usaha hingga pembayaran pajak. Bahkan, Aprindo juga berkontribusi dalam menyerap lapangan kerja. Tutum mengaku bukan menolak usaha jastip, namun metode usahanya yang menjadi sorotan para anggota Aprindo.

"Kalau mereka (bisnis jastip) masuk dengan jalur yang benar, saya kira siapa pun berhak melakukan usaha, tapi kalau ada ketidakadilan (usaha), kami pasti keberatan dan meminta perlindungan," ucap Tutum. 

Tutum mengaku belum dapat mengungkapkan kerugian yang dialami Aprindo dengan kehadiran bisnis jastip. Namun, menurut Tutum, dampak bisnis jastip akan menyasar pada berbagai aspek, mulai dari pendapatan usaha ritel berizin yang terganggu sampai persoalan penyerapan tenaga kerja.

"Industri dalam negeri lama-lama malas, mending impor nggak resmi saja," lanjut Tutum. 

Tutum juga meminta pemerintah mengusulkan ambang batas (threshold) nilai barang kiriman dari luar negeri yang tidak dikenakan bea masuk dari 75 dolar AS menjadi 50 dolar AS.

"Kita usulkan kalau boleh harus di bawah 50 dolar AS supaya persulit mereka (bisnis jastip), kalau 75 dolar AS ada celah mengakali, kalau di bawah 50 dolar AS agak sulit dengan angka segitu," kata Tutum. 

Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Eddi Hussy mengaku senang dengan sikap Ditjen Bea Cukai yang menindak bisnis jastip. Eddi juga cukup kaget dengan temuan banyaknya barang impor dari bisnis jastip di lapangan.

Eddi menilai peraturan yang sehat akan menciptakan keadilan bagi sesama pelaku usaha. Eddi meminta pelaku bisnis jastip mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah.

"Bagi yang mau berbisnis pakailah jalur berbisnis agar tidak merugikan pihak lain," kata Eddi menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement