REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Pelatih tim nasional (timnas) sepak bola wanita Amerika Serikat (USWNT), Jill Ellis memimpin pemainnya dalam laga terakhir kontra Korea Selatan, Ahad (6/10) waktu setempat. Ellis meninggalkan kursi kepelatihan dengan sederet rekor yang digoreskannya.
Seperti dikutip dari laman resmi timnas AS, Ellis merupakan satu-satunya pelatih tim wanita dengan rekor dua gelar Piala Dunia (2015 dan 2019), sekaligus melampaui catatan 106 kemenangan selama kariernya. Catatan itu merupakan terbanyak sepanjang sejarah AS setelah Tony DiCicco mengoleksi 105 kemenangan.
Selama menangani timnas, Ellis hanya pernah dikalahkan tujuh kali dan menelan hasil imbang 19 kali. Itu membuat persentase kemenangan Ellis mencapai 87,5 persen. Total 132 pertandingan yang dilakoninya pun terbanyak dari siapa pun yang pernah melatih USNWT.
Koleksi dua titel Piala Dunia membuat dirinya menyamai rekor yang sudah bertahan selama 80 tahun, ketika Vittorio Pozzo (pelatih timnas Italia) meraih hal serupa pada 1934 dan 1938. Perempuan berusia 52 tahun itu tercatat berhasil mempertahankan 28 pertandingan tanpa kekalahan, dengan 17 kemenangan beruntun sebagai catatan tertingginya.
Bahkan dalam dua kali gelaran Piala Dunia, Ellis berhasil membawa timnya tak terkalahkan sama sekali dari babak kualifikasi hingga partai puncak. Ia menorehkan hasil nyaris sempurna dengan 23 kemenangan dan satu hasil imbang kontra Swedia pada 2015 lalu.
"Kami membawa beberapa isu dan tidak hanya fokus pada gerakan anti-kekerasan terhadap perempuan. Saat ini masyarakat jauh lebih perhatian terhadap isu yang lebih besar. Ada tim sepak bola wanita yang tangguh di sini," kata Ellis seperti dilansir ESPN.
Mencatat sederet rekor selama melatih timnas AS, tak membuat Ellis langsung berlabuh ke tim yang lain. Namun suatu saat, ia menyebut ingin mencoba melatih tim sepak bola pria. Ellis menyatakan, ia ingin merasakan tantangan berbeda untuk meningkatkan motivasinya sebagai pelatih.
"Saya suka tantangan dalam karier yang panjang ini. Saya suka membangun sesuatu, jadi lihat saja nanti," ujar Ellis.
Menurut Ellis, melatih tim sepak bola pria atau wanita memerlukan fokus dalam kelompoknya masing-masing. Ia memerhatikan, banyak kesamaan sekaligus perbedaan dari kedua kategori tersebut. "Ada banyak hal yang mesti diperhatikan. Salah satunya tim pria lebih besar dalam hal finansial tim," kata dia.
Jika Ellis benar-benar melatih tim sepak bola pria, ia akan menyamai jejak pelatih timnas perempuan Prancis, Corinne Diacre, yang pernah menangani tim Divisi II Liga Prancis, Clermont Foot.
Hal tersebut membuat Ellis percaya diri melatih tim pria. Ia ingin membuktikan, saat ini sudah tidak ada sekat jenis kelamin untuk melatih sebuah tim olahraga. "Sudah ada Corrine dan perempuan lain yang melatih tim pria. Saya tidak berpikir masih ada sekat dalam hal ini. Di AS, pelatih NBA, NFL juga sudah tidak mempermasalahkan jenis kelamin (sebagai pelatih)," tegasnya.
Pernyataan Ellis mendapat dukungan dari kapten timnas perempuan AS, Carli Lloyd. Menurutnya, Ellis merupakan salah satu contoh pejuang kesetaraan gender dalam bidang olahraga. Lloyd pun terinspirasi untuk melakukan hal yang serupa melalui sepak bola. "Di luar lapangan, dia berjuang untuk kesetaraan. Di dalam tim, kami berjuang untuk hal yang sama," kata dia.
Lloyd berharap, Ellis dapat berhasil dalam kariernya setelah melatih timnas AS. Ia optimistis, kerendahan hati yang dimiliki Ellis dapat membawanya ke gerbang kesuksesan yang lain.