REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) meminta seluruh perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) untuk membangun Pusat Kajian Moderasi Agama sebagai upaya mencegah merebaknya radikalisme agama.
"Saya perintahkan seluruh rektor buat pusat kajian moderasi beragama. Dalam lingkungan Kementerian Agama istilah ini yang dipakai bukan deradikalisasi. Kami berharap moderasi beragama menjadi arus utama di pendidikan Islam," kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin.
Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka), Sahiron mengatakan, sampai saat ini, UIN Suka belum memiliki lembaga sebagai pusat moderasi Islam. Namun, dia meyakinkan, semua kegiatan di UIN Suka sudah dan selalu mengarah pada moderasi Islam.
“UIN Suka sampai saat ini memang belum memiliki lembaga yang bernama Pusat Moderasi Islam. Namun, semua kegiatan di UIN suka sudah, sedang dan akan selalu mengarah pada moderasi Islam. Mulai dari perkuliahan, seminar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, selalu diisi dengan semangat pemahaman dan praktek keagamaan yang moderat,” jelas Sahiron saat dihubungi Republika, Selasa (12/11).
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan ini mengatakan, ciri moderasi Islam adalah menerima dan menguatkan Pancasila sebagai ideologi negara. UIN Suka, kata dia, sudah mengembangkannya sejak lama, bahkan telah memiliki Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara.
Dia juga menegaskan, UIN Suka mendukung adanya kewajiban pengadaan pusat kajian moderasi beragama. Kebijakan ini, kata dia, juga telah didukung penuh oleh jajaran rektorat UIN Suka.
“Iya UIN Suka akan membangun pusat moderasi Islam. Rektor kami sangat concern dalam hal ini,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menjelaskan, tujuan dibuatnya kajian pusat moderasi beragama, sebagai upaya membuat kontra narasi terorisme, dengan mengembangkan kurikulum serta kapasitas dosen.
"Dengan demikian, ada sinergi yang produktif antara dosen, kurikulum, dan lembaga pendidikan agama untuk memproduksi diskursus kontra narasi radikalisme," ujarnya.
Guru Besar UIN Alauddin Makassar itu memandang, radikalisme di Indonesia ialah upaya sistematis oleh individu atau kelompok yang ingin melakukan perubahan fundamental dengan cara-cara kekerasan. Misalnya ingin mengganti ideologi bangsa Pancasila dengan khilafah.
"Terjadi gangguan pola pikir oleh era digital, karena semua informasi dan pelbagai pemikiran terhubung secara global. Termasuk di dalamnya soal-soal radikalisme agama yang memang menjadi tren global," jelasnya.
Kamaruddin menekankan radikalisme perlu ditangkal secara sistematis, masif, terstruktur dan terukur. "Salah satunya, harus ada upaya fundamental dengan moderasi agama itu untuk mencegah penetrasi radikalisme masuk dalam pendidikan kita," ucapnya.