REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rasulullah pernah berkata bahwa orang-orang terbaik di antara umatnya adalah yang berakhlak mulia dan dermawan, termasuk juga mereka yang berhubungan baik dengan orang banyak. Bagi seorang Muslim, perhiasan yang paling menawan adalah akhlak mulia. Tidak hanya indah dipandang, tetapi hal tersebut juga mencakup persoalan yang lebih jauh lagi, yakni ridha Allah SWT.
Menghiasi diri dengan akhlak mulia berarti mempertegas jati diri sebagai makhluk ciptaan-Nya yang telah diberi perangkat akal dan hati. Alquran surah at- Tin ayat 5-6 menjelaskan hal tersebut. Artinya, "Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Kemudian, Kami kembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah."
Manusia yang tidak peduli dengan akhlak yang baik sebenarnya sedang terjerumus dalam kehinaan. Walaupun berkuasa dan kaya, manusia yang tuna-akhlak akan berangsur-angsur ditinggal kan orang-orang terdekat. Kalaupun ada yang membersamainya, hal itu hanya didasari keinginan atau kepentingan.
Masyarakat yang hidup tanpa akhlak mulia bagaikan sekumpulan hewan di hutan rimba. Mereka saling terkam dan buru-memburu. Hal yang paling mendesak adalah tiadanya akhlak dalam diri seorang pe mimpin. Apalagi bila para pembantunya terus bertepuk tangan, membela kejahatan sang pemimpin.
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam menyebar luas ke seluruh pelosok bumi bukan karena paksaan. Orang-orang terpikat untuk masuk ke dalam agama ini karena akhlak baik dan ajarannya, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Akhlak Rasulullah
Di sebuah sudut jalan ada seorang pengemis buta yang setiap harinya selalu mengumpat Rasulullah SAW. Ia berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai, Saudaraku, jangan dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong, tukang sihir. Apabila mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya!
Tiada hal lain yang dilakukan si buta setiap hari kecuali menengadahkan tangan dan mengumpat dengan meneriakkan kata-kata itu berulang kali. Namun demikian, setiap hari pada waktu pagi selalu ada seorang pria yang mendatangi pengemis itu dengan membawakannya makanan.
Tanpa berucap sepatah kata pun, pria itu selalu menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis buta tersebut. Suatu ketika, pria yang biasanya da tang memberinya makan tidak lagi datang kepadanya. Pengemis buta tersebut makin hari makin lapar dan bertanya-tanya da lam dirinya, apa yang terjadi terhadap pria itu.
Sampai suatu pagi ada seorang pria yang mendatanginya dan memberinya makan. Namun, ketika pria itu mulai me nyuapi nya, si pengemis buta itu marah sambil menghardik, Siapakah kamu? Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku! Aku adalah orang yang biasa, ujar pria itu.
Tidak mungkin. Engkau bohong! kata si pengemis buta itu. Sebab, apabila dia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah, jawab pengemis buta itu lagi. Mendengar jawaban si pengemis buta itu, pria tadi tidak dapat menahan air matanya. Dia menangis sambil berkata kepada pengemis itu. Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya.
Namaku Abu Bakar. Orang mulia yang biasa memberimu makan itu telah meninggal dunia. Dia adalah Muhammad SAW. Pengemis buta itu terkejut. Tubuhnya bergetar. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hanya air mata yang mengalir di pipinya, deras, seolah tak terbendung, mengenang sang Manusia Mulia yang selalu dimakinya setiap hari. Subhanallah, sungguh keikhlasan dan kesabaran Rasulullah tiada tara.
Pada umumnya semua orang bisa sabar dan ikhlas saat diuji Allah dengan hal yang menyenangkan. Namun, saat diuji dengan berbagai macam kesulitan seperti kehilangan sesuatu atau musibah, kebanyakan orang merasa begitu sulit.
Kisah Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan ajaran Allah SWT bukanlah sebuah perjuangan yang mudah. Sebaliknya, perjuang an itu merupakan perjuangan berat yang kemungkinan besar tidak akan mampu ditempuh oleh orang-orang atau bahkan nabi-nabi selain Muhammad.
Beliau harus berhadapan dengan orang-orang yang luar biasa liciknya, orang kejam, dan penguasa yang zalim. Berbagai hinaan, cacian, makian, fitnah, sumpah serapah, dan ejekan pun harus dite rimanya. Luar biasanya, semua itu Rasul lalui dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Seolah dia tidak merasakan beban dan perjuangan yang sangat berat itu.
Ikhlas dan sabar merupakan dua kata yang mudah diucapkan tetapi sulit dijalankan. Maka, apabila keduanya dijalankan bersamaan, Allah pasti akan menggantinya dengan kebaikan yang jauh lebih baik daripada apa yang kita inginkan. Ikhlas menerima semua pemberian dari Allah dan bersabar bila semua pemberian dari-Nya diambil kembali.
Sebab, sesungguhnya semua pemberian dari-Nya tidaklah kekal. Marilah kita ikhlas dan sabar dalam segala keadaan. Yakinlah bahwa janji Allah pasti benar. Percayalah, ikhlas dan sabar akan mem bua hkan kebahagian hidup.