Rabu 20 Nov 2019 22:06 WIB

Yakin Pertolongan Allah

Keyakinan jadi modal para nabi dalam berdakwah.

Mengingat Allah Ilustrasi.
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Mengingat Allah Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imam Nawawi

 

Modal utama para Nabi dan Rasul dalam menjalankan amanah dakwah adalah keyakinan yang utuh dan menyeluruh bahwa dirinya akan ditolong oleh Allah SWT. 

Sebagai bukti kita bisa belajar dari apa yang dialami oleh Nabi Yusuf AS. Sejak kecil beliau telah menghadapi cobaan hidup luar biasa. Beliau didengki oleh saudaranya sendiri, bahkan dibuang ke dalam sumur hingga akhirnya dijual ke Mesir, difitnah hingga dipenjara.

Jika mau didata, Nabi Yusuf tidak pernah mengalami masa hidup kecuali selalu dalam kesulitan demi kesulitan. Namun, Nabi Yusuf memiliki satu keyakinan bahwa Allah pasti menolongnya. Dan, karena itu, komitmen dalam kebenaran menjadi pilihan hidup yang tak pernah tergoyahkan, meski ia harus menghadapi penderitaan.

"Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku" (QS Yusuf [12]: 33). Ibnu Katsir menjelaskan, Nabi Yusuf lebih memilih dipenjara daripada melakukan perbuatan keji (kemesuman). Pilihan itu tidak mungkin terucap kecuali oleh jiwa yang seutuhnya yakin dengan pertolongan Allah.

Ungkapan lain yang penuh keberanian dalam hal keyakinan akan pertolongan Allah ini disampaikan oleh Nabi Nuh AS kepada kaumnya.

"Dan bacakanlah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu dia berkata kepada kaumnya: Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku." (QS Yunus [11]: 71).

Pertanyaannya, apa yang membuat mereka memiliki keyakinan utuh -menyeluruh terhadap pertolongan Allah? Ada dua hal yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Yusuf dan Nabi Nuh AS. Pertama, niat yang suci murni dan cita-cita besar bagi kemaslahatan umat manusia. Kedua, tidak ada ketergantungan diri melainkan kepada Allah. Dengan kata lain, ada independensi mental.

Hal ini terbukti dari ungkapannya, "Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)." (QS Yunus [10]: 72).

Dengan demikian, selama niat hidup kita adalah suci murni, ikhlas ingin mengharap ridha Allah, kemudian tidak kita pikirkan melainkan maslahat kehidupan umat manusia, yang justru dengan itu semua kesempitan, kesulitan dan ketidaknyamanan hidup terasa terus menghampiri, jangan pernah bingung apalagi putus asa. 

Maju terus dan kobarkan semangat independensi mental dalam diri atas dasar iman. Insya Allah akan tiba pertolongan-Nya. Dan, bagaimana keyakinan akan pertolongan-Nya akan Allah abaikan sementara terhadap prasangka baik saja Allah langsung jawab. "Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba kepada-Ku." (HR Bukhari Muslim).n 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement